Oleh : Muhammad Arif
Lanjutan dari KH. Abdul LAtif Madjid Ra. diresmikan menjadi Pemimpin Perjuangan Wahidiyah
Sebagaimana isi pidato bapak AF. Baderi selaku ketua PSW Pusat masa itu, dalam acara pemakaman KH. Abdul Madjid Ma’ruf Mualif Sholawat Wahidiyah, keluarga almarhum telah mengangkat KH. Abdul Latif Madjid sebagai Pimpinan Umum Perjuangan Wahidiyah serta Pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo yang dibantu oleh :
- Pengelolaan pondok putri dibantu oleh Al Mukarromah Dra. Nurul Isma Faiq
- Pengelolaan pondok putra dibantu oleh Agus Imam Yahya Malik dan Agus Abdul Hamid Madjid. Selanjutnya dalam pernyataan Agus Abdul Madjid hanya cukup sebagai pembantu.
Bahkan dalam perjalanannya KH. Imam Yahya Malik melepaskan diri dari kepengurusan Pondok Pesantren Kedunglo dan Perjuangan Wahidiyah dengan mendirikan Pondok pesantren sendiri yang diberi nama Pon-Pes Al Ma’ruf sekaligus dia bertindak sebagai pengasuhnya dan aktif pada organisasi diluar wahidiyah.
Begitu Juga H. Agus Abdul Hamid Madjid (KH. Abdul Hamid Madjid) menjadi oposisi Pimpinan Umum Perjuangan Wahidiyah (sebutan sekarang Pengasuh Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo) dengan mendukung kelompok Jum’at wage dan Jum'at legi yang istilah populernya disebut WL yang di sponsori oleh bapak Ruhan Sanusi dan Bapak AF Badri dengan pemusatan perjuangan di pondok pesantren At Tahdzib, Grenggeng, Ngoro Jombang yang diasuh oleh K. Ihsan Mahin mertua H. Agus Abdul Hamid Madjid.
Perlu diketahui bahwa kegiatan mujahadah rutin yang mengambil waktu malam Jum'at wage dan malam Jum'at Legi ( atau boleh dikatakan mengkultuskan kedua malam itu) adalah tidak diajarkan oleh mualif shalawat wahidiyah. Jadi kegiatan ini ada sejak sepeninggalan mualif shalawat wahidiyah dan yang mengadakan adalah Gus Hamid Madjid, Ruhan Sanusi, K. Ikhsan Mahin, AF. Badri, dkk. Dengan demikian kegiatan mujahadah bersama yang mengambil waktu khusus pada (mengkultuskan) kedua malam tersebut adalah batal hukumnya, karena tidak diajarkan atau diwariskan oleh mualif shalawat wahidiyah.
Sebagai pengurus PSW Pusat, saat itu, bapak AF. Baderi secara tertulis menyerahkan surat pengunduran diri kepada PUPW sebagai pengurus dan ketua PSW pusat pada tanggal 2 Nopember 1989 yang selanjutnya disusul bapak Ruhan Sanusi secara tertulis juga mengundurkan diri pada tanggal 14 Nopember 1989.
Pengunduran diri kedua tokoh wahidiyah tersebut diterima oleh Pimpinan Umum Perjuangan Wahidiyah sehingga beliau menerbitkan surat keputusan PUPW Nomor ; PUPW/013/1989 tentang “ Pemberhentian dan Pengangkatan jabatan dalam lingkup Penyiar Sholawat Wahidiyah Pusat”, juga terbit SK PUPW Nomor ;PUPW/027/1990 tentang “ Pengangkatan personil Penyiar Sholawat Wahidiyah Pusat” masa hidmah 1990 s.d 1991 M atau 1411 s.d 1412 H.
Mengingat lembaga hidmah perjuangan Wahidiyah merupakan organisasi kerja yang tidak beranggota serta tidak mengikat kepada semua pengamal Wahidiyah, kecuali ikatan moral, maka setiap pengamal Wahidiyah tidak ada hak dan kewajiban secara organisatoris terhadap lembaga hidmah PSW. Dengan demikian atas pengunduran diri bapak Ruhan Sanusi dan bapak AF Baderi dari kepengurusan PSW Pusat, maka sudah tidak ada hak dan kewajiban serta tanggung jawab terhadap Penyiar Sholawat Wahidiyah. Bahkan sebagai pengamalpun juga tidak ada hak dan kewajiban terhadap PSW secara organisatoris.
Dalam perjalanannya, kedua orang ini membuat suatu pernyataan kepada Pemerintah maupun kepada pengamal Wahidiyah pada umumnya bahwa merekalah sebagai PSW yang sah, sedangkan PSW Pusat yang dipimpin oleh PUPW adalah palsu. Dengan fakta yang mereka balik tersebut, sehingga menimbulkan image negatif para pengamal Wahidiyah terhadap PUPW. Bahkan dimufkan kalau keduanya dipecat dengan tidak terhormat oleh PUPW. Mereka juga mengaku terhadap pemerintah mengaku sebagai PSW yang sah sesuai dengan AD/ART yang disahkan pemerintah pada tanggal 1 Agustus 1987. juga, keduanya "katanya" mendapatkan restu Mualif Sholawat Wahidiyah, sedang masa jabatannya belum habis dan memang dalam AD/ ART tersebut tidak ada batasan waktunya.
Dengan pengakuan kedua orang tersebut yang telah membalikkan fakta, maka PUPW memerintahkan kepada ketua PSW yang baru diangkat yaitu K.M Zainuddin BA. untuk mengeluarkan surat peringatan kepada bapak Ruhan Sanusi dan bapak AF Baderi dengan nomor : 260/SW-XXIX/Um/IV/’91 tertanggal 16 April 1991 yang isinya 'Memperingatkan kepada keduanya agar secepatnya mencabut pernyataan palsunya yang mengaku sebagai unsur pimpinan PSW Pusat, Juga diminta agar segera membubarkan PSW palsu yang mereka pimpin kemudian secepatnya menyatu kembali dengan Perjuangan Fafirruu Ilalloh wa Rosulihi SAW dibawah kepemimpinan PUPW. Apabila tidak segera mencabut pernyataannya dan membubarkan diri akan dihadapkan pada yang berwajib'.
Peringatan tersebut ternyata tidak di indahkan oleh kedua orang ini, maka sebagai kelanjutannya masalah tersebut dibawa kepada SOSPOL Kota Kediri pada tanggal 29 Agustus 1991. Dari pihak Kedunglo yang hadir adalah Romo KH. Abdul Latif Madjid PUPW sedangkan dari pihak H. Agus Hamid Madjid 'WL' yang kesehatannya terganggu diwakili oleh Bapak Ruhan Sanusi.Sedangkan dari pemerintah yang hadir antara lain :
- Kepala kantor DEPAG Kediri
- Kep.Bag Kesra Kodya Kediri ( Wakil).
- Kakansospol Kediri ( Wakil)
- Waka Polres Kediri
- Kepala Kejaksaan negeri Kediri
- Kodim 0809 Kediri ( Wakil).
- Bahwa pemegang pucuk pimpinan di ponpes Kedunglo adalah atas dasar wasiat atau konvensi yang diamanatkan oleh Mualif Sholawat wahidiyah sebelum Wafat serta hasil Musyawaroh Keluarga Almarhum bahwa yang mendapatkan amanat untuk menjadi pengangganti Pengasuh Perjuangan wahidiyah dan Pon-Pes Kedunglo adalah beliau.
- Pada waktu penggodokan AD/ART, penyusunan dan pembenahannya masih perlu dilakukan karena disana-sini masih banyak kekurangan dan perlu peninjauan, namun karena sempitnya waktu antara penyusunan dan wafatnya Mualif Sholawat wahidiyah maka belum sempat diadakan peninjauan.
- Pelaksanaan pengamalan Sholawat Wahidiyah akhir-akhir ini kurang baik dengan adanya kelompok Gus Hamid yang sering melaksanakan kegiatan- kegiatan pengajian rutin pada waktu dan hari yang sama, sedang hal tersebut telah diantisipasi pihak keamanan, sehingga dalam suatu acara pernah terjadi keamanan dari pemerintah yang berjaga dikedunglo cukup banyak.
- Sistem konvensi adalah lebih kuat didalam memegang pucuk pimpinan Pon-Pes Kedunglo di banding AD/ART.
- Adanya selebaran yang menamakan dirinya “ koordinator Jum’at wage” yang akan melaksanakan kegiatan peringatan maulid Nabi Besar Muhammad SAW di lokasi Pon-Pes Kedunglo. Maka Beliau meminta kepada pemerintah untuk tidak mengabulkan izinnya dan sekaligus membubarkan kelompok tersebut sebab kegiatan yang dimaksud mengatas namakan PSW Pusat
Dalam tata laksana kegiatan yang dilaksanakan oleh PSW atau bawahannya harus sepengatuan dan koordinasi dengan PSW Pusat, begitu juga soal penyiaran, pembinaan dan pengamalan Wahidiyah yang menentukan dan membuat kebijaksanaan adalah PSW Pusat di Kedunglo Kediri.
Dalam perkembangannya, Penyiar Sholawat Wahidiyah 'Palsu' yang dipimpin oleh Ruhan Sanusi menerbitkan surat yang mana pada kop surat PSW Pusat Kedunglo Kediri Jawa timur tersebut menggunakan nomor Telpon (0354) 61484 yang sekretariatnya beralamatkan sementara di RT 17 RW 03 desa Bandar Lor Kec. Mojoroto Kediri, rumah H. Agus Imam Yahya Malik, sepupu KH. Abdul Latif Madjid RA. Yang juga ikut melakukan 'kudeta'.
Hal isi surat adalah “Pernyataan dan permohonan pembinaan masalah intern organisasi PSW" tertanggal 7 januari 1992. Sedang alamat yang di tujukan kepada :
- Bapak menteri dalam negeri Cq. Dirjen Sospol Depdagri di Jakarta.
- Bapak Kadit SosPol Dati I Propinsi Jawa Timur di Surabaya
Sebagaimana telah kami laporkan bahwa organisasi “Penyiar Sholawat Wahidiyah” atau di singkat PSW dengan pengurus pusatnya berkedudukan di Pon-Pes Kedunglo Kodya Kediri Jawa Timur telah resmi sebagai organisasi kemasyarakatan sesuai dengan UU no. 8/1985 dan telah kami daftarkan kepada Dit SosPol Dati I jawa Timur pada tanggal 8 September 1987 sesuai pasal 3 huruf a dan b peraturan menteri dalam negeri no.5 tahun 1986.
Sebagai organsasi yang berlandaskan ajaran Islam maka PSW disamping memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam setiap urusan penting/ keputusan penting organisasi harus direstui oleh Mualif Sholawat Wahidiyah yaitu Almukarrom Romo KH. Abdul Madjid Ma’ruf. Dengan demikian PSW berjalan secara tertib dan lancar baik dari segi keagamaan maupun dari segi keorganisasian.
Pada tanggal 7 Maret 1989 Mualif Sholawat Wahidiyah Wafat dan dalam masih keadaan bekabung putra laki-laki beliau yang bernama Agus H. Abdul Latif Madjid ( +_ 32 tahun) tanpa mengindahkan AD/ART PSW dan tanpa musyawaroh dengan para ketua PSW pusat yang resmi dibentuk dengan Sk Mualif Sholawat Wahidiyah langsung mengambil alih pimpinan dengan menyebut diri sebagai “Pimpinan Umum Perjuangan Wahidiyah” atau disingkat PUPW. Kemudian merombak susunan kepengurusan PSW Pusat sampai daerah.
Unsur pimpinan pusat yang pada waktu itu berjumlah 9 orang, kerena dianggap tidak loyal kepadanya maka diturunkan SK pemberhentian. Lebih daripada itu, AD/ART PSW yang telah direstui Mualif Sholawat Wahidiyah dan telah didaftarkan kepada pemerintah dianggap tidak berfungsi lagi dan selanjutnya menerbitkan apa yang disebut “ Surat keputusan Pimpinan Umum Perjuangan Wahidiyah” tentang struktur organisasi dan tata laksana kerja PSW Pusat. Didalam tata laksana kerja tersebut tidak dicantumkan pancasila sebagai satu-satunya azaz dalam kehidupan bermasyarakat/ berorganisasi dan bernegara serta tidak menyebutkan tujuan organisasi sebagaimana yang diatur dalam UU No.8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan.
Dengan kejadian tersebut dan masih banyak lagi tindakan-tindakan yang menyimpang dari ajaran Wahidiyah yang telah diajarkan oleh Mualif Sholawat Wahidiyah, maka timbullah keresahan social bahkan perpecahan dikalangan masyarakat pengamal wahidiyah baik di pusat Kediri maupun di daerah-daerah.
Kami sesepuh para pengamal Sholawat Wahidiyah yang sudah puluhan tahun di bimbing oleh Mualif Sholawat Wahidiyah dan terakhir di tetapkan sebagai para ketua PSW Pusat telah berusaha sekuat mungkin untuk mencari penyelesaiannya secara intern namun sampai hari ini tidak pernah mendapat sambutan positif dari pihak Agus H. Abdul Latif Madjid.
Demi tetap tegaknya pancasila dan UUD 1945 dan UU no 8/1985 serta untuk menjaga agar tidak sampai terjadi perpecahan yang lebih parah dikalangan masyarakat Pengamal wahidiyah maka kami membuat pernyataan seperti terlampir.
Dan dengan ini kami mengajukan permohonan pembinaan kepada pemerintah baik pembinaan umum, maupun pembinaan teknis dalam bentuk bimbingan, pengayoman, dan dorongan agar dapat tumbuh menjadi organisasi yang sehat dan mandiri dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional bangsa dan negara kita sesuai dengan sifat kekhususan kami yakni utamanya dalam bidang mental spiritual dan bidang akhlak pada umumnya.
Surat tersebut di tandatangani oleh Ruhan Sanusi ketua V, A.n Para Ketua PSW Pusat Kedunglo Kediri.
Waktupun terus berjalan, sedang kelompok yang menamakan diri kelompok Jum’at Wage dan jum'at legi yang di dukung Gus Hamid bersama Ruhan Sanusi serta AF Baderi tidak juga mau merespon surat peringatan yang disampaikan oleh PSW Pusat dan juga tidak mau bergabung kembali dengan PSW Pusat yang di Pimpin oleh PUPW. Untuk menjelaskan kepada pengamal wahidiyah maka pada tanggal 2 maret 1992 PSW Pusat mengeluarkan surat penjelasan kepada ketua PSW Daerah Propinsi, DI, DKI, DIY, Kab.ko. Kecamatan dan imam-imam jama’ah di seluruh tanah air yang isinya ;
Mengingat hasil pertemuan kelompok yang mengatas namakan dirinya sebagai Penyiar Sholawat Wahidiyah pusat yang dipimpin dan di pelopori oleh AF. Baderi, Ruhan sanusi dan kawan-kawan, pada hari Minggu malam senin tanggal 23 Februari 1992 bertempat di Musholla pondok Ali Yasin Ds. Bandar lor Gg. II Kecamatan Mojoroto, Kodya Kediri dan loka karya pada hari Sabtu tgl. 29 Februari 1992 yang bertempat di Aula Kandepag Kabupaten Jombang. Setelah hal tersebut di musyawarahkan oleh unsur pimpinan PSW Pusat di Kedunglo pada hari minggu tanggal 1 Maret 1992 bertempat di kantor sekretariat PSW Pusat Kedunglo Kediri yang ditandatangani ketua PSW Pusat, K. M. Zainuddin Ba., serta telah memperoleh restu PUPW menghasilkan keputusan :
- Bahwa kelompok yang menamakan dirinya gerakan Jum’at wage dan Jum’at legi, betul-betul suatu gerakan yang bertujuan memecah belah perjuangan Wahidiyah, dimana dahulunya seolah-olah gerakan tersebut bertujuan menghormat dan mendo’akan hari miladiyah ( lahirnya) Mbah yai Mualif Sholawat wahidiyah Qs wa RA. Namun akhirnya Alloh SWT membuka kedok mereka dengan bukti bahwa mulai hari ini mereka telah berani menyatakan sebagai PSW Pusat yang sah. Padahal selama ini sama-sama kita ketahui bahwa Sdr. AF Baderi dan Sdr, Ruhan Sanusi yang mengklaim dirinya sebagai unsur pimpinan Pusat telah membuat surat pernyataan pengunduran diri dari unsur Pimpinan PSW Pusat.
- Bahwa hasil pertemuan bersama antara unsur Muspida TK II Kodya Kediri dan Kakandepag kodya Kediri dengan Pihak PUPW ( termasuk didalamnya Pimpinan PSW Pusat Kedunglo) dengan pihak H. Agus Abdul Hamid ( termasuk yang didalamnya kelompok yang menamakan dirinya koordinator mujahadah Jum’at Wage Miladiyyah Mualif Sholawat wahidiyah) pada hari Rabu tanggal 28 Agustus 1991 di Aula Depag Kodya Kediri. Dalam pertemuan tersebut pemerintah mengakui kelegalan PSW Pusat yang dipimpin oleh PUPW dan mengakui serta membenarkan konvensi atas kedudukan beliau sebagai Pimpinan Umum Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo. Dalam hal ini sesuai dengan surat pemberitahuan PSW pusat kepada gubernur TK. I Propinsi jawa Timur Cq. Kadit Sospol TK. I Jawa Timur di Surabaya tanggal 11 Januari 1991, dengan nomor surat ; 09/SW-XXVIII/A/1991.
- PSW Pusat yang berkedudukan di Kedunglo Kediri memberitahukan dan menyerukan kepada semua PSW di berbagai tingkatan dan para pengamal Sholawat wahidiyah umumnya di seluruh tanah air supaya tidak terpancing serta terpengaruh oleh isu dan pernyataan yang seolah-olah PSW mereka (Ruhan Sanusi, dkk. - pen) yang sah. Juga supaya tidak resah maupun gelisah karena pemerintah yang berkompeten tentang keorganisasian lebih bijaksana dalam menanggapi adanya isu tersaebut, serta tidak mudah terkecoh oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab.
- Bahwa kita harus waspada dan berhati-hati sebab di negara kita sebentar lagi akan menyelenggarakan pesta demokrasi ( Pemilu 1992) dimana stabilitas keamanan dan politik harus kita jaga dan kita tingkatkan kemantapannya demi terselenggaranya Pemilu 1992 dengan sukses. Kita perlu mengkawatirkan dengan gerakan PSW palsu jangan-jangan gerakan tersebut disusupi oleh gerakan-gerakan yang ingin mengkacaukan stabilitas nasional dan akan menjadikan pelaksanaan pemilu menjadi kacau dan gagal.
- Semua keluarga Mualif Sholawat Wahidiyah sepakat untuk tidak melaksanakan mujahadah Jum’at Wage dan Legi tersebut.
- Acara mujahadah Jum’at wage dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang sedianya dilaksanakan pada hari Kamis malam Jum’at Wage tanggal 12 September 1991 di Kedunglo Kediri tidak dapat dilaksanakan/ tidak diizinkan oleh pihak pejabat yang berwenang, karena dipandang sangat membahayakan terhadap keutuhan, persatuan dan kesatuan dalam perjuangan Wahidiyah dan sangat membahayakan terhadap stabilitas naional.
Pemindahan pusat perjuangan mereka anggap tepat sebab dalam letak yang strategis serta didukung oleh Ning Dra. Tatik Farikha dan H. Agus Abdul Hamid Madjid yang dikatakan oleh mereka merupakan sosok yang sesuai sebagai pengganti Mualif Sholawat Wahidiyah karena dari kepribadiannya yang pendiam, mudah diatur dan halus berbahasanya. Juga di dukung oleh tokoh-tokoh tua yaitu Ning Dra. Tatik Farikha, Ruhan Sanusi, AF. Baderi dan K. JazuliYusuf, K. Zainal Fanani, dll.
Dalam perjalanan kepengurusan PSW Jombang, H. Agus Abdul Hamid Madjid bukan menjadi orang utama, namun hanya menjadi ketua 7 PSW. Sedang yang menjadi tokoh-tokoh sentral adalah K. Ihsan Mahin dan (yang menganggap diri) para sesepuh yang lain.
Pada akhirnya H. Agus Abdul Hamid memutuskan untuk pisah atau tidak bergabung lagi dengan mereka (PSW Jombang) dan kemudian pulang ke Kedunglo. Namun kepulangan H. Agus Hamid madjid ke Kedunglo bukannya untuk bergabung dengan PSW yang sah yang di pimpin oleh Romo KH. Abdul Latif madjid PUPW, akan tetapi mendirikan kelompok sendiri namun tetap dalam koridor WL dengan memakai nama “PSW Miladiyah Mualif Sholawat wahidiyah” (sekarang Jama'ah Perjuangan Wahidiyah) yang lokasinya di utara Pondok pesantren Kedunglo.
Kedua kelompok yang sama-sama memakai nama PSW tersebut juga melaksanakan mujahadah kubro pada bulan Muharram dan Rajab yang pelaksanaannya biasanya seminggu sebelum mujahadah kubro di Pondok Pesantren Kedunglo al Munadhdharah Kediri dilaksanakan.
Adapun mereka ( kedua PSW palsu tersebut ) mengatakan bahwa mujahadah kubro seperti dawuh mualif shalawat wahidiyah hanya dilaksanakan pada minggu kedua pada bulan Muharram dan rajab adalah untuk melegitimitkan kegiatan mereka semata.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa PSW yang berkedudukan di pesantren At Tahdzim Jombang dan PSW Miladiyah mualif shalawat wahidiyah yang berlokasi di utara Ponpes Kedunglo adalah batal, karena tidak sesuai dengan tuntunan mualif shalawat wahidiyah. Diantara hal yang tidak sesuai dengan tuntunan mualif shalawat wahidiyah adalah pelaksanaan mujahadah pada malam Jum'at Wage dan Jum'at Legi dan mujahadah kubro peringatan maulid nabi Muhammad Saw. yang dilaksanakan oleh PSW Miladiyah, yang mana tidak ada dan tidak diajarkan oleh mualif shalawat wahidiyah.
======================
Klik disini untuk
SHALAWAT WAHIDIYAH dan TERJEMAHANNYA
No comments:
Post a Comment