Monday 26 August 2013

http://www.chiindo.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=91 
DARI POLITISI_NDESO :
1. izinkan sy mo ikutan2 memprediksi pemenang pilgub jatim 2013 biar kayak pengamat, peneliti & orang2 hebat itu.

2. pilgub jatim 29/8/2013, diikuti 4 pasang: soekarwo-gus ipul (karsa), eggi sudjana-sihat, bambang-said (jempol), khofifah-herman (berkah)

3. dari berbagai pemberitaan media yg sy amati, banyak yg memprediksi soekarwo-gus ipul (karsa) bakal menang di pilgub jatim

4. prediksi pasangan #karsa bakal unggul ditopang berbagai hasil survei. silakan cek

5. Lembaga survei proximity surabaya merilis: #karsa 54,5%, #jempol 13,7%, #berkah 13,3%, #eggi 0,4% ----> http://t.co/uFwEEEFhlT

6. riset lingkaran survei indonesia (LSI) memprediksi pilgub jatim satu putaran yg dimenangi #karsa ---> http://t.co/QIGSDnkMBo

7. survei yg ditampilkan metro tv 30-31 juli 2013 (sebelum debat): #karsa 64,3 %, #berkah 12,5%, #jempol 5,6% & #eggi 1%. sampel 700 orang

8. survei yg ditampilkan metro tv 21/8/2013 (setelah debat): #karsa 53,7%, #berkah 28,2%, #jempol 14% & #eggi 2,7%. sampel 700-an orang

9. dugaan #karsa bakal menang pilgub jatim terlihat dari massifnya iklan & banyaknya alat peraga mereka di jatim. #karsa jor2an

10. simpel kata, #karsa lebih diunggulkan dibanding kandidat lain. paling hanya satu dua yg menganalisa #khofifah atau #jempol yg menang

11. kalo ditanya ke masing2 kandidat pilgub jatim, pasti jawabannya semua sama: ingin menang. itu wajar saja

12. coba segarkan ingatan kita pada pilgub jakarta 2012: foke versus #jokowi
politisi_ndeso 4 days ago
13. sebelum putaran kedua pilgub jakarta 2012 digelar, hampir semua lembaga survei menyebut foke bakal menang telak atas #jokowi

14. foke sangat percaya diri menang. berbagai hasil survei membuatnya haqqul yakin juara. ditambah lagi iklan & spanduk foke habis2an
 
15. sy lihat, hari ini apa yg terjadi pada #karsa hampir menyerupai apa yg pernah dilakukan #foke. 11-12 gitu deh

16. kalo sy tdk salah ingatan, ketika #foke vs #jokowi, hanya ada satu tools yg brani nyatakan jokowi bakal unggul -> http://t.co/Wz0As6MHBp

17. faktanya, data politicawave tepat. politicawave berhasil menjungkir balikkan semua prediksi lembaga survei & keyakinan #foke

18. nah.... jangan2 apa yg terjadi di pilgub jakarta 2012 bakal terulang di pilgub jatim 2013. coba kita cek data di politicawave

19. dalam sepekan ini, trend of awareness #berkah selalu unggul dibanding #karsa, #jempol atau #eggi

20. elektabilitas kandidat di politicawave per kamis 22/8/2013, 12.00 wib: #jempol 36, #eggi -1.97, #karsa -11.81, #berkah -22.21

21. share of awareness per kamis 22/8/2013, 12.00 wib: #berkah 49.8%, #jempol 24.1%, #karsa 21.3% & #eggi 4.8%

22. share of citizen #berkah 40.9%, #karsa 26,9%, #jempol 23.3% & #eggi 8.9%. percakapan ditwitter & pemberitaan media, #berkah unggul
23. klo ngacu rumus politicawave, kandidat yg menang pilkada yg unggul ditiga chart: elektabilitas, share of awarness & share of citizen

24. tapi politicawave ngasih catatan khusus. dari tiga chart itu, yg paling menentukan jd pemenang adalah unggul dichart of awarness

25. hebatnya, hasil pemenang empat dari lima pilkada yg direkam politicawave cocok dengan data politicawave sepanjang PILKADA di gelar.

Friday 16 August 2013

JAWABAN ATAS SURAT MUI TASIKMALAYA YANG "MENYESATKAN" WAHIDIYAH

YAYASAN PERJUANGAN WAHIDIYAH DAN PONDOK PESANTREN KEDUNGLO
KEDUNGLO - KEDIRI - JAWA TIMUR - INDONESIA
Menjawab surat MUI Tasikmalaya pada peristiwa tahun 2005. Inilah isi jawaban Perjuangan Wahidiyah (PW) Pusat tersebut :

 
SANGGAHAN, JAWABAN DAN PENJELASAN TERHADAP

SURAT KEPUTUSAN MAJLIS ULAMA INDONESIA KOTA TASIKMALAYA

Nomor : 25 / Kep./MUI – Kota – Tsm / VI / 2005

Pendahuluan

الحَـمـــــدُ للهِ الـذي اَ تَـا نـَــــــا بِالوَاحـِـــــدِيـَـةِ بِـفَـضــــلِ رَبِـنَـا

الحَـمــدُ لله ِالصَـلاةُ والسَــــــــلامُ عَـلـَــيكَ وَالال أيـَا خـَــيرَالانــَـا مِ
رَبٌ كَرِيـمٌ وَانتَ ذُو خُلـُق ٍعَظِيــم فاِشفَع لنا فاشفَع لنا عــِندَالكـَرِيـم
يَأ َ يـّهَا الغـَـــــوثُ سَــــــلامُ ا لله عَلــَــيــكَ رَبــــِّـــــــنــِي بِاذن ِالله
وَانـظــُــر الَيَ سـَـــيِّدي بنـَظـــرَةٍ مُوصِــلَةٍ لِلحـَضـــــرَة العـَلِـيــَـــةِ
اما بـعـد
 
Surat sanggahan , jawaban dan penjelasan ini kami buat untuk menanggapi dan menjelaskan surat keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya tertanggal 21 Jumadal Ula 1426 H / 28 Juni 2005 tentang “ Sebagian Ajaran Yayasan Perjuangan Wahidiyah “, di Kampung Kereteg Kelurahan Cigantang Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, nomor : 25/Kep./ MUI-Kota – Tsm / VI / 2005, dengan harapan agar MUI Kota Tasikmalaya berkenan meninjau dan mencabut kembali surat keputusannya.

Hal ini semata–mata untuk menjaga citra dan wibawa MUI Kota Tasikmalaya sebagai lembaga agama yang terhormat. Disamping itu, juga bertujuan untuk mengembalikan nama baik Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo (terutama Wahidiyah didaerah Tasikmalaya) yang telah terpuruk dan tercemar dengan adanya keputusan fatwa MUI Kota Tasikmalaya itu.

Masalahnya, setelah kami membaca dan mencermati surat keputusan tersebut, baik dari konsideran maupun isi surat, ternyata masih terdapat banyak kelemahan dan kekeliruan, antara lain :

1. Cara MUI Kota Tasikmalaya dalam menetapkan suatu keputusan yang kurang bagus. Cara Islamkah atau tata cara yang berlaku dinegeri kita tercinta ini. Jika cara Islam, sepertinya Islam tidak demikian, dan kalau tata cara yang berlaku di negeri ini, sepertinya juga tidak.

2. Keputusan yang diambil atau ditetapkan oleh MUI Kota Tasikmalaya, tampaknya terasa kurang adil, karena tidak didahului dengan pengklarifikasian suatu permasalahan.

3. Kurang jelinya MUI Kota Tasikmalaya didalam mempelajari suatu permasalahan. Benarkah yang menjadi sebab kontroversi dan keresahan masyarakat adalah amalan Sholawat Wahidiyah dan Ajarannya ? Apa bukan faktor politis atau cemburu sosial ?

4. Kurang telitinya MUI Kota Tasikmalaya dalam mempelajari buku – buku Wahidiyah, lebih – lebih dalam memahaminya. Akan tetapi dalam hal ini, kami memakluminya. Karena Wahidiyah bukan seperti sesuatu yang mudah ditangkap dalam waktu sekejap, Ajaran Wahidiyah tergolong kajian atau ajaran tasyawuf, yang tentunya bisa dipahami dan dirasakan jika diamalkan. Kaidah yang populer dalam tasawuf menyebutkan مَنْ لَمْ يَـذُ قْ لَمْ يَـعْـرِفْ “Barang siapa yang tidak merasakan dia tidak tahu, (Siapa yang tidak mengenyam ia tak paham)”.

5. Kemungkinan kurangnya tenaga ahli / spesialis ditubuh MUI Kota Tasikmalaya.

6. Kalau kami tidak salah asumsi, seperti terasa adanya keberpihakan MUI Kota Tasikmalaya kepada kelompok tertentu.

7. MUI Kota Tasikmalaya tidak pernah memprediksi, bahwa akibat dari surat keputusannya itu akan membawa dampak meresahkan masyarakat luas, terutama bagi Pengamal Sholawat Wahidiyah yang tersebar di berbagai kota dan pelosok tanah air ini, bahkan di Malaysia, Brunai Darussalam, Hongkong, Saudi Arabia dll. Alhamdulillah mereka tidak sampai melakukan tindakan anarkis, karena mereka dibekali bimbingan akhlak mulia.

8. Sikap berlebihannya MUI Kota Tasikmalaya dalam memojokkan dan menyudutkan Yayasan Perjuangan Wahidiyah, yang mana Yayasan Perjuangan Wahidiyah dikatakan menyampaikan akidah yang berlebihan, seperti berlebihannya orang – orang Kristiani terhadap Nabi Isa AS., atau berlebihannya orang – orang Yahudi terhadap Nabi Uzair. MUI Kota Tasikmalaya yang terhormat. Kami mengerti akidahnya orang – orang Nasrani dan orang – orang Yahudi, dan kami tidak akan melakukan sebagaimana yang dilakukan orang – orang Kristiani, yang menganggap Nabi Isa AS (Yesus) sebagai anak Tuhan dan sebagai Tuhan. Kami juga tidak melakukan sebagaimana orang – orang Yahudi, yang menganggap Nabi Uzair sebagai anak Tuhan dan menganggap golongan atau kaum selain mereka sebagai kaum gentile (budak).

9. Kenapa MUI Kota Tasikmalaya, sebagai lembaga terhormat, memvonis kami dengan sesuatu yang tidak kami lakukan ?. Ada apa gerangan ?.
Demikian semoga dengan surat ini semua permasalahan menjadi gamblang dan jelas, serta dapat terselesaikan dengan baik dan damai. Sebelum mengakhiri pendahuluan ini tak ada salahnya bila kami sampaikan informasi tambahan tentang keberadaan Yayasan kami, yakni Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, adalah legal formal dan berbadan hukum dengan berakta notaries ; AKTA NO.05 TAHUN 1997 TBN. NOMOR : 1 ? AD / 1998 BN. NO. 1 / 98, dan telah terdaftar di Departemen Kehakiman, di Tambahan Berita Negara dan di Departemen dalam Negeri.

Yayasan kami berkantor pusat di Pondok Pesantren Kedunglo Al Munadhdhoroh Kota Kediri Jawa Timur, dan telah memiliki perwakilan di 18 Propinsi dan + 150 Kab / Kota se Indonesia, serta kepengurusan Kecamatan yang sudah banyak sekali jumlahnya. Yayasan kami juga memiliki perwakilan di negara tetangga (Luar Negeri), misalnya Malaysia, Brunai Darussalam, Hongkong, Saudi Arabia. Dan dalam waktu dekat, Yayasan kami akan membentuk perwakilan dan cabang didaerah lain.
Adapun tokoh – tokoh terkemuka yang termasuk Pengamal Sholawat Wahidiyah adalah : Almarhum Bapak KH. Wahab Hasbullah (Rais ‘Am NU waktu itu), Almarhum Bapak KH. Abdul Karim Hasyim (Paman Gus Dur Mantan Presiden RI), Almarhum Bapak H. Adam Malik (Mantan Wakil Presiden RI), Bapak Dr. Idham Kholid (Mantan Ketua Tanfidiah NU), Almarhum Bapak KH. Rofi’i Hamdi (MUI Pusat), meskipun hanya sebentar karena keburu meninggal, Almarhum Almukarrom Bapak KH. Moh. Jazuli, Almarhum Bapak KH. Hamim Jazuli/ Gus Mik (keduanya Pendiri serta Pengasuh, dan Pengasuh Pon. Pes. Al Falah Ploso Kediri, Jawa Timur), Bapak KH. Abdurrahman Wakhid / Gus Dur (Mantan Presiden RI), Bapak Luhut Panjaitan (Mantan Menperindag RI ) dan masih banyak yang lain yang tidak bisa disebut.

Keputusan Fatwa Mui Kota Tasikmalaya

Dengan bertawakkal kepada Alloh SWT, Majelis Ulama Indonesia Kota Tasik Malaya berpendapat bahwa :

1. Sebagian ajaran Yayasan Perjuangan Wahidiyah bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah, karena mereka :
a. Mendoktrinkan kepada umat untuk meyakini, bahwa Mu’allif Sholawat Wahidiyah yang bernama Mbah H. ABDUL MADJID RA, sebagai Gauts Hadza Zaman ( Kumpulan Teks kuliah Wahidiyah hal.16 ).
b. Do’a kepada Alloh tidak akan sampai kalau tidak melalui terlebih dulu Gauts tersebut (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal.18 ).
c. Gauts tersebut mempunyai kewenangan Jallab dan Sallab (menanamkan dan mencabut) iman seseorang ( Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal. 66 )
d. Bahwa kalau tidak ada Gauts (yang dimaksud mbah H. Abdul Madjid) Alloh akan menghancurkan dunia sekarang ini (Mbah H. Abdul Madjid dianggap juru selamat bagi umat zaman sekarang) (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal.17)
Hal-hal tersebut diatas tidak ada satu petunjukpun baik Al-Qur’an, Al-Hadist maupun kaul Ulama yang menyebut nama seseorang untuk diposisikan seperti itu. (Termasuk kriteria berlebihan seperti berlebihannya kaum Nasrani terhadap Nabi Isa a.s dan kaum Yahudi terhadap Nabi Uzer ).
2. Kehadiran Yayasan Perjuangan Wahidiyah di Kampung Kereteg Kelurahan Cigantang Kecamatan Mangkubumi sangat kontropersi dan meresahkan masyarakat sekitar, terutama dalam Aqidah Islamiyah.
3. Mengingat kaidah Usul Fiqih,
Artinya ; menghilangkan mafsadah lebih diutamakan dari mengambil maslahat.
Sehubungan dengan itu, kami mohon :
1. Agar aparat yang berwenang melarang, menutup dan membubarkan Yayasan Perjuangan Wahidiyah tersebut, tidak hanya dalam wilayah kecamatan Mangkubimi akan tetapi dalam wilayah kota Tasikmalaya.
2. Agar semua pihak untuk senantiasa memelihara suasana yang kondusif, hidup berdampingan dengan mereka dan semoga Alloh SWT senantiasa memberikan hidayah dan taufiqNya kepada mereka untuk kembali kepada jalan yang benar sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Hadist.
Sanggahan, Jawaban Dan Penjelasan

Untuk memudahkan kami dalam memberikan jawaban, agar permasalahan dan keterangan-keterangan kami mudah dipahami, maka kami akan menggunakan system pemberian penjelasan terhadap keputusan Majelis Ulama Indonesia Kota Tasik Malaya point demi point.
Dengan memohon taufiq hidayah Allah SWT, syafa’at tarbiyah Rasulullah SAW dan kartomah karomah Beliau Ghauts Hadzaz Zaman RA, pembahasan kita mulai.

Untuk Point 1, yang tertulis;

“Sebagian ajaran Yayasan Perjuangan Wahidiyah bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah “,

Kami menjawab
Pendapat itu adalah tidak benar dan keliru. Karena Yayasan Perjuangan Wahidiyah tidak pernah mengajarkan kepada para pengamalnya, suatu hal yang bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah. Bahkan prinsip aqidah Islamiyah itu sendiri yang diajarkan, rukun iman yang enam (6) dan rukun Islam yang lima (5) itu tidak pernah ditambah sama sekali. Perjuangan Wahidiyah malah memberikan bimbingan, bagaimana agar aqidah Islamiyah itu bisa diterapkan dan diamalkan dengan baik dan benar. Sebagai contoh, dalam sebuah hadits disebutkan :

أَفضل الإ يـمان ان تعلم أن ا لله معك حيثما كنت

“Seutama-utamanya iman , adalah ketika engkau tahu (sadar) bahwa sesungguhnya Allah beserta engkau dimana saja engkau berada “.
Lalu bagaimana cara kita mengamalkan hadits diatas, sedang dalam keterangan yang lain disebutkan, bahwa iman itu adalah amal ( إنَّ الايْمانَ هُوالعَمَل ) ?.
Perjuangan Wahidiyah memberi tuntunan, dengan cara penerapan Billah (ini masih sebagian dari cara penerapan hadits diatas), yaitu kita sadar bahwa gerak-gerik kita baik lahir maupun batin selalu diawasi oleh Allah dan atas titah atau kekuatan Allah. Kita harus sadar, ketika kita melihat adalah diperlihatkan oleh Allah, ketika kita mendengar diperdengarkan oleh Allah, ketika kita bicara dibicarakan oleh Allah, ketika kita berjalan adalah berjalan atas kekuatan Allaah dan seterusnya.
Apakah yang demikian itu bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah ?. Renungkan, dengan sedalam-dalam renungan.

Untuk point 1.a. yang tertulis :

“Mendoktrinkan kepada umat untuk meyakini bahwa Mu’alif Sholawat Wahidiyah yang bernama Mbah H. Abdul Madjid RA, sebagai Gauts Hadza Zaman (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal.16).

Kami menjawab
Inti kalimat diatas sesuai dengan buku rujukan dan halamannya.
Dan jawaban, kami bagi menjadi 3 bagian :

1. Hal Doktrin
2. Hal Al-Ghauts/ Ghautsu Hadzaz Zaman
3. Hal Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf QS wa RA sebagai Ghauts Hadzaz Zaman.

1. Hal Doktrin
Apakah arti doktrin itu ?
Sejauh yang kami ketahui, doktrin adalah berarti ajaran. Jadi mendoktrinkan berarti mengajarkan.
Jika yang dimaksud MUI Kota Tasikmalaya dengan istilah mendoktrinkan itu berarti mengajarkan, maka setiap orang atau golongan yang mengajarkan kepada orang lain adalah mendoktrinkan. Untuk itu seperti NU, Muhammadiyah dan lain-lain, itu juga mendoktrinkan. Karena di NU ada ajaran-ajaran ke-NU-an, di Muhammadiyah ada pelajaran ke-Muhammadiyah-an dan seterusnya. Tapi jika yang dimaksud MUl Kota Tasikmalaya dengan istilah mendoktrinkan itu dengan arti konotasi (lebih-lebih yang bersifat negatif) maka yang demikian itu adalah prasangka yang berlebihan. Kenapa NU, Muhammadiyah dan yang lain, tidak dianggap mendoktrinkan oleh MUI Kota Tasikmalaya ?. Ada apa gerangan ?

2. Hal Ghauts Hadzaz Zaman
Ghauts adalah sebutan yang dipakaikan/ dikenakan kepada seseorang (hamba Allah) yang menduduki posisi puncak dalam dunia kewalian.
Istilah lain dari Al-Ghauts adalah Sulthan Auliya’, Al-Quthbu, Insan Kamil dan lain-lain. Al-Ghauts itu setiap zaman ada, dan apabila seorang yang berpangkat Al-Ghauts itu meninggal dunia, maka Allah akan mengangkat hamba atau kekasih-Nya yang lain untuk menduduki posisi itu. Dasarnya adalah hadits berikut :

عَنْ عَبْدِالله بْنْ مَسْعُودٍرَضِيَ الله عنْه قال: قال رسول الله صل الله عليه وسلم: إِن للهِ عـزّوجلّ فِي الخَلْقِ ثَلا ثُمِائة قُلُو بُهُم على قَلْبِ أدم عليه السلام , وللهِ في الخَلْقِ أَرْبَعُونَ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ مُوسَي عليه السَلامُ , وَللهِ فِي الخَلْق سَبْعَةٌ قلو بُهُمْ على قَلْبِ إبْراهِيْمَ عَلَيْهِ وسلمَ, ولله في الخلق خَـمْسَةٌ قلو بُهُمْ على قَلْبِ جِبْرِيْل عَليه السَلاَمُ, ولله في الخَلْقِ ثَلاَثَةٌ قُلُو بُهُمْ على قَلْبِ مِيْكَائيل عَلَيْهِ السلام, ولله في الخلْقِ واحدٌ قَلْبُهُ عَلَى قَلبِ إسرَافيل عَلَيْهِ السلامُ, فإذَا مَات الوَاحِدأَبْدَلَ اللهُ مَكَانَهُ مِنَ الثلاثَةِ, وَإِذَامَاتَ مِنَ الثَلاثَةِ أَبْدَلَ اللهُ مَكاَنَهُ مِنَ الخَمْسَةِ, وإذاماتَ مِنَ الخَمْسَةِ أَبْدَلَ اللهِ مَكَانَهُ مِنَ السَبْعَةِ, وَإِذَامَاتَ مِنَ السَبْعَةِ أَبْدَلَ الله مَكانَه مِن الآَرْبَعِيْنَ, وَإذامَاتَ مِن الآربعين أَبْدَلَ اللهُ مَكَانَهُ مِن الثلاثمائة, وإِذَامَاتَ مِنَ الثلا ثمائة أَبْدَل اللهُ مَكَانَهُ مِنَ العَامَّة فَبِهِمْ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَيُمْطَرُوَيُنْبُتُ وَيدْفَعُ البَلاَءُ عَنْ هَذِهِ الآُمَّةِ.
قِيْلَ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُود : كَيْفَ بِهِمْ يُحْيِي وَيُمِيْتُ؟ قال:ِلآَنَّهُمْ يَسْألَوُن َاللهَ إِكْثَارَالآُمَمِ فَيكثرُوْنَ وَيَدْعُوْنَ عَلَي الجَبَابِرَة ,فيقصمون, ويستسقون فَيَسْقَوْنَ وَيسْأَلُوْنَ فَتَنْبِتُ الأرضُ وَيَدْعُونَ فَيُدفَعُ بِهِمْ أنْوَاعُ البَلاءَِ
أخرجه إبونعيم وإبن عساكر

Dari Ibnu Mas’ud Ra. Ia berkata, Rasulullah Saw bersabda :“Sesungguhnya, didalam ciptaan-Nya ini Allah memiliki 300 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Adam AS, 40 orang hamba yang hatinya sama dengan hati nabi Musa AS, 7 orang hamba yang hatinya sama dengan hati nabi Ibrahim AS, 5 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Jibril AS, 3 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Mika’il AS, dan 1 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Isrofil AS. Apabila yang seorang itu meninggal, Allah segera menggantikan kedudukannnya itu dari yang tiga, dan apabila meninggal seseorang dari jumlah yang tiga, Allah segera menggantikannya dari jumlah yang lima, apabila meninggal seseorang dari jumlah yang lima, Allah segera menggantikannya dari jumlah yang tujuh, apabila mati seseorang dari jumlah yang tujuh, Allah segera menggantikannya dari jumlah yang empat puluh, apabila meninggal seseorang dari jumlah yang empat puluh, Allah akan menggantikannya dari jumlah yang tiga ratus, dan apabila meninggal seseorang dari jumlah yang tiga ratus, Allah segera menggantinya dari orang umum (biasa). Diantara mereka itu, terdapat orang yang menghidupkan dan mematikan, memberi hujan dan menumbuhkan, dan menolak bala“.

Tatkala seseorang bertanya kepada Ibnu Mas’ud, “bagaimana seseorang itu menghidupkan dan mematikan” ?. Sahabat ini menjawab : “mereka meminta kepada Allah untuk memperbanyak manusia, maka diperbanyaklah manusia itu, mereka meminta kehancuran orang-orang yang suka berbuat durhaka, maka hancurlah orang-orang itu, mereka meminta diturunkan hujan, maka turunlah hujan itu, mereka meminta agar bumi ditumbuhi tanam-tanaman, maka diperkenankanlah permintaannya. Mereka berdo’a dan dengan do’anya itu terhindarlah balak dan malapetaka”. HR. Abu Nuaim dan Ibnu Asakir.

Hadits diatas dimuat didalam banyak kitab, yang salah satunya adalah, kitab “Al Haawi lil Fataawi“ karangan Imam Jalaludin Abdur Rahman As-Suyuthi. Imam Al-Yaafi’i berkata : “bahwa yang dimaksud الواحد – hamba yang satu didalam hadits tersebut adalah القطب(Al-Quthbu)الغوث (al-Ghauts)”.

Pendapat ini banyak diterima oleh sebagian besar Ulama, terutama ulama tasawuf. Bagi mereka yang kurang sependapat, tentang hal tersebut silahkan, dan itu hak mereka. Yang penting ا لواحد (seorang hamba) yang disebut dalam hadits tersebut, benar adanya.

Catatan :
Agar tidak menimbulkan persepsi yang tidak diinginkan, maka perlu kami garis bawahi :
1. Al-Ghauts itu adalah seorang hamba yang hidupnya hanya untuk menghambakan diri kepada Allah
Swt dalam berbagai aktifitasnya.Hatinya senantiasa tawajjuh kepada Allah.(قلبه يطوف الله دا ئما) .
Dari penghambaannya yang terus-menerus itulah, maka ia dipilih menjadi kekasih-Nya.

2. Al-Ghauts itu umat Rasulullah SAW juga. Jadi kedudukan dan martabatnya masih dibawah Rasulullah SAW.

3. Al-Ghauts (wali) biasanya dianugerahi oleh Allah SWT berupa keistimewaan-keistimewaan (karomah), sebagaimana para Nabi dan Rasul dianugerahi mu’jizat. Termasuk kewenangan Jallab dan Sallab adalah bagian dari keistimewaan Al-Ghauts.
Jallab dan Sallab berlangsung melalui proses, yakni “Bidu’aaihi“ (dengan do’anya kepada Allah SWT), sebagaimana yang tercermin pada bagian akhir hadist diatas, yang artinya “diantara mereka ada orang yang menghidupkan dan mematikan, memberi hujan dan menumbuhkan, dan menolak bala’“.

3. Hal Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf RA Sebagai Ghauts Hadzaz Zaman
Dalam hal ini, terlebih dahulu kami ingin bertanya, bagaimana menurut MUI Kota Tasikmalaya, jika ada seseorang atau golongan yang meyakini seseorang, bahwa orang yang diyakininya itu adalah seorang wali, benarkah atau salah ? Jika MUI Kota Tasikmalaya menjawab benar dan sah-sah saja, lantas mengapa kami Perjuangan dan pengamal Wahidiyah yang mencoba meyakini Mbah KH. Abdul Madjid RA sebagai seorang wali, divonis sebagai orang atau kelompok yang mempunyai keyakinan yang bertentangan dengan prinsip Aqidah Islamiyah, sedangkan yang lainya tidak. Bukankah thariqat dan orang-orang Qadiriyah meyakini, bahwa Syekh Abdul Qadir Jaelani RA seorang Al-Ghaust/ Sultan Auliya, dan bukankah thariqat dan orang-orang Naqsabandiyah meyakini, bahwa Syekh Bahauddin An Naqsabandi RA juga Al-Ghauts, demikian pula thariqat dan orang-orang Syadziliyah, yang juga meyakini bahwa Syekh Abul Hasan As-Syadzili adalah Al-Ghauts, dan masih banyak lagi yang lainnya. Mengapa mereka tidak divonis, sebagaimana kami divonis. Apakah mereka terlewat dari pengamatan MUI Kota Tasikmalaya !. Bukankah, di Tasikmalaya ada thariqat Qadiriyah dan Naqsabandiyah, juga thariqat-thariqat yang lain. Bila saja kita mau mengamati sedikit lebih jauh, didalam acara manaqibnya Syekh Abdul Qadir Jaelani RA, kita akan menemukan suatu kalimat, dimana dalam kalimat itu, Syekh tersebut diposisikan pada posisi yang begitu istimewa, yaitu kalimat :

لا ا له الا ا لله محمد ر سو ل ا لله شيخ عبد ا لقادرولى ا لله

Bukankah itu lebih mengherankan lagi (jika salah memahaminya), yang meletakkan nama Syeh Abdul Qadir Jaelani setelah dua kalimat syahadat ?. Padahal kami tidak sampai kesana.
Kembali kepada pertanyaan diatas, jika MUI Kota Tasikmalaya, menjawab tidak benar atau salah, alangkah banyak umat Islam di Indonesia ini yang memiliki aqidah/ keyakinan yang salah. Bukankah mayoritas umat Islam di Indonesia ini (khususnya di Jawa) percaya dengan wali sembilan, apa argumen mereka, untuk meyakini bahwa wali sembilan itu adalah wali. Bukankah orang-orang Islam di Jawa Timur banyak yang percaya, bahwa Mbah KH. Abdul Hamid Pasuruan itu seorang wali ! dan orang-orang di Jawa Tengah banyak pula yang percaya, bahwa Mbah Dalhar, Mbah K. Hasan Mangli, Mbah Lim Klaten juga seorang wali.
Di Pamijahan Jawa Barat ada Syekh Muhyi yang juga diyakini sebagai wali. Bagaimana itu, apakah berarti mereka itu salah semua dan harus dikatakan bertentangan dengan prinsip Aqidah Islamiyah ?. Kemudian dianggap sesat dan dibubarkan !. Alangkah kacaunya negeri ini apabila orang-orang/ kelompok yang meyakini adanya wali itu harus dibubarkan. Cobalah kita renungkan kembali.
Majelis Ulama' Indonesia Kota Tasikmalaya yang terhormat,
Kepercayaan/ keyakinan mengenai Mbah KH. Abdul Madjid RA sebagai wali (Ghauts fi Zamaanihi) adalah diangkat dari pengalaman rohani atau ru’yah shalihahnya sekian banyak pengamal Shalawat Wahidiyah, disamping tentunya juga dari aspek yang lain, jadi bukan sekedar asumsi.

Kemudian MUI Kota Tasikmalaya menulis :
Hal-hal tersebut diatas, tidak ada satu petunjukpun baik Al-Qur’an, Al-Hadis maupun kaul Ulama yang menyebutkan nama seseorang untuk diposisikan seperti itu. (Termasuk .. ) 01

Kami menjawab
1. Dalam al-Qur’an, memang tidak menyebutkan, nama salah seorang wali al-Ghauts RA. Karena al-Qur’an sebagai “Qanun Asasi I” (pedoman pokok pertama). Sebagai “Qanun Asasi”, al-Qur’an hanya mengisyaratkan adanya waliyullah yang berpangkat al-Ghauts RA (Khalifah/Ulil-amri).
Oleh karenanya agar lebih memahami aqidah Islam, harap dipelajari, kitab tafsir Shawi, Siraj al-Munir, al-Qurthubi, Ibnu Katsir dan Tanwir al-Miqbas Min Tafsir Ibn Abbas).

2. MUI Kota Tasikmalaya mengatakan tidak adanya hadits Nabi SAW (Qanun Asasi II) dan kaul ulama yang menyebut nama seseorang yang berposisi Al-Ghauts Ra, adalah salah besar. Maka, perlu diperhatikan, hal berikut ini :
a. Hadis riwayat Imam Muslim Dari Umar Ibn Khatthab, Rasulullah SAW, bersabda :
إِنَّ خَيْرَالتَا بِعِيْنَ رَجُلٌ يُقَاُلُ لَهُ اُوَيْسٌ “Sebaik-baiknya para tabi’in adalah lelaki yang baginya disebut Uwais”

Nabi Muhammad SAW memang menyebutnya dengan istilah “sebaik-baiknya/ terbaiknya”, dan itulah yang dimaksud wali al-Ghauts RA, dalam istilah kaum sufi. Pada masa “tabi’in”, Rasulullah SAW telah menyebutkannya ketika masih hidup. Sehingga Syeh Ahmad Kamsykhanawi dalam kitab Jami’ul Ushul, dan Dr.Yunasril Ali dalam bukunya “Manusia Citra Ilahi” yang menukil dari berbagai sumber, menjelaskan bahwa Imam Uwais adalah wali al-Ghauts Fii Zamanihi RA. Dan dalam kitab Siraj at-Thaalibin,, menyebutnya sebagai “Sayyid at-Tabi’in”, yang sepadan arti dengan al-Ghauts RA.

b. Qaul Ulama, tentang nama-nama Al-Ghauts RA pada masa lalu :
1}. Kitab Syawahid AlHaq nya Syeh an-Nabhani, menjelaskan :
a). Imam Abul Hasan Syadzali (w. 656 H)
b). Syeh Abu Hamzah Dlafir Al-Madani (w. 1301 H )
2}. Kitab Jami al-Ushul Fii al-Auliya, Syeh Ahmad Kamasykhanawi, menjelaskan :
a). Al-Ghauts Ra pertama dijabat oleh Sayyidina Hasan Ibn Ali .
b). Syeh Bahauddin An-Naqsyabandi al-Bukhari
3}. Kitab Lujain ad-Dani, menjelaskan bahwa Syeh Abdul Qadir al-Jailani (w. 551 H) adalah al-Ghauts Fii Zamanihi.
4}. Dalam kitab Tanwir al-Qulub nya Syeh Muhammad Amin Al-Kurdi.
a). Syeh Umar al-Ahdali w. 1035 H
b). Syeh Bahauddin Naqsybandi.
5}. Dan masih banyak lagi yang tidak mungkin kami sebutkan semua.

Poin 1. b. tertulis
Doa kepada Allah tidak akan sampai kalau tidak melalui terlebih dulu Ghauts tersebut (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal. 18.)

Kami menjawab
1. Teks kalimat ini, tidak terdapat dalam buku tersebut. Kalimat ini hanya buatan MUI Kota Tasikmalaya. Cuplikan halaman buku dan susunan kalimat yang benar, terlampir.
2. Semestinya MUI Kota Tasikmalaya, harus melihat redaksi asli dalam lembaran “Shalawat Wahidiyah”. Jika MUI Kota Tasikmalaya mau memperhatikan, akan menemukan hal-hal yang bertentangan dengan kesimpulan fatwa tersebut :
a. Cara pengamalan Shalawat Wahidiyah, didahului dengan bacaan surah al-Fatihah 7 kali untuk Rasulullah SAW dan 7 kali untuk Ghauts Hadzaz Zaman serta seluruh para waliyullah RA. Tidakkah hal ini, MUI Kota Tasikmalaya sadari dan renungkan ?.
b. Dalam Shalawat Wahidiyah, untuk shalawat pertama, diawali dengan kalimat Allahumma Yaa Waahidu Yaa Ahad Yaa Waajidu Yaa Jawaad ........... artinya : Ya Allah, Zat Yang Maha Esa, Dzat Yang Maha Satu, Dzat Yang Maha Menemukan, Dzat Yang Maha Murah .
c. Dalam Shalawat Wahidiyah, untuk shalawat kedua, juga diawali dengan kalimat Allahumma Kama Anta Ahluhu ... . Watarzuqanaa Tamaama Maghfiratika Yaa Allah wa Tamaama Ni’matika Ya Allah ... artinya : Ya Allah, sebagaimana keahlian ada pada Kamu ..... Dan berilah kami ampunan-Mu yang sempurna Ya Allah, nikmat-Mu yang sempurna ya Allah ...
3. Mohon doa restu, secara rohani, kepada waliyullah atau al-Ghauts RA, telah disunnahkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang telah diamalkan oleh mayoritas ummat Islam didunia, terutama di Indonesia.
4. Dan, karenanya, kami tidak perlu menjelaskan lagi. Serta dikarenakan MUI sebagai lembaga agama, kami yakin juga telah mengetahuinya.

Poin 1. c. tertulis :
Ghauts tersebut mempunyai kewenangan Jallab dan Sallab (menanamkan dan mencabut) iman sesorang (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal. 66)

Kami menjawab
1. Inti kalimat ini, tidak sesuai dengan rujukan buku aslinya serta halamannya.
Jika demikian, manakah yang patut diputuskan “bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah”, antara “Keputusan fatwa MUI (Kota Tasikmalaya)” tersebut, atau “Sebagian Ajaran Yayasan Perjuangan Wahidiyah”?.
Siapapun, yang mau memperbandingkan dengan pikiran jernih antara keputusan fatwa MUI Kota Tasikmalaya tersebut dan surat sanggahan, jawaban dan penjelasan kami ini, tentu mengatakan, bahwa yang bertentangan dengan aqidah Islamiyah, bukanlah kami. Tetapi orang (kelompok) yang mendlalimi dan memfitnah kami tanpa dasar hukum yang jelas.
2. Yang benar, keterangan tentang kewenangan Jallab dan Sallab al-Ghauts Ra, terdapat pada buku “Kuliah Wahidiyah” dalam bab “Hal Ghauts Hadzaz Zaman”, hal. 144. Bukan dalam buku “Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah”, hal. 66. Salinan terlampir.
Ini sebagai bukti lagi, bahwa MUI Kota Tasikmalaya terlalu gegabah. Lebih semakin tampak lagi, jika mencermati dictum “Memperhatikan”, tertulis “yang dengan secara seksama membahas dan menelaah”. Ternyata MUI Kota Tasikmalaya tidak menelaah, tapi mengaku telah menelaah. Kami bertanya kepada MUI Kota Tasikmalaya, apa yang ditelaah ?. Dan, yang lebih mengherankan lagi, pengakuan membahas dengan seksama.
3. Meskipun MUI Kota Tasikmalaya, salah dan sembrono dalam pengambilan buku rujukan, karena dalam buku kami yang lain juga menerangkan hal tersebut, dan didorong oleh rasa ingin membela kebenaran, maka kami harus menjelaskannya juga. Sebagaimana tersebut dibawah ini :

a. Secara teks "kata" Jallab dan Sallaab memang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Sebagaimana ilmu nahwu/sharaf, biologi, ushul fiqh, astronomi, juga secara teks tidak ada dalam al-Qur’aan. Namun, - menurut para ahlinya – ilmu tersebut telah tersirat dalam al-Qur’an. Begitu pula tentang Jallab dan Sallaab.
b. Jallab (mengangkat - iman seseorang -) dan Sallab (mencabut/melorot - iman seseorang -) merupakan diantara karomah yang diberikan oleh Allah SWT kepada al-Ghauts RA.
c. Kemampuan ini tidak dapat dipahami oleh mukmin yang memiliki keyakinan syirik (menyekutukan Allah). Misalnya, meyakini bahwa kemampuan tersebut murni semata-mata dari kekuatan al-Ghauts RA sendiri. Jallab dan Sallaab-nya al-Ghauts RA hanya dapat dipahami oleh orang yang imannnya tidak bercampur syirik.
d. Jika MUI Kota Tasikmalaya mau memahami makna Jallaab dan Sallaab dengan pemahaman yang benar, akan memperoleh makna kedua hal tersebut secara semestinya. Dan yang salah, bukan prinsip Jallaab dan Sallaab-nya al-Ghauts Ra, tetapi cara memahaminya.
e. Jallab dapat diartikan “sifat yang meningkatkan”, dan Sallaab sebagai “sifat mengurangi atau menghilangkan”. Kedua sifat ini pada hakikinya secara umum, ada pada setiap mahluk Allah SWT. Hanya saja beda dalam manfaat dan obyeknya. Misalnya, air dapat mencabut (sallaab) rasa haus manusia, serta dapat meningkatkan (jallaab) bagi kesehatan dan kesegaran badan. Begitu pula mahluk lain. Semestinya seluruh kekuatan mahluk itu milik Allah SWT.
f. Semestinya, kedua sifat ini, sebagai kesimpulan dari arti hadits dibawah ini :

1) Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW, bersabda :

مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْأَطَاع اللهَ وَمَنْ عَصانِي فَـقَدْعَصَى اللهُ وَمَنْ أَطَاع أَمِيْرِي فَقَدْ أطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيْري فَقَـدْ عَصَا نِي

Barang siapa taat kepada-Ku (Rasulullah), berarti ia taat kepada Allah. Dan barang siapa durhaka kepada-Ku, berati ia durhaka kepada Allah. Dan barang siapa yang taat kepada Amir-Ku, berarti taat kepad-Ku, dan barang siapa yang durhaka kepada Amir-Ku, berarti ia durhaka kepada-Ku

Kaum sufi berdasar ilmu mukasyafahnya dan didukung oleh beberapa hadits dan al-Qur’an (bukan sekedar asumsi), menerangkan, bahwa yang dimaksud “Amir” dalam hadits ini, adalah wali al-Ghauts RA. Sehingga dengan kata lain, hadits diatas dapat diterjemahkan dengan :

Taat kepada Al-Ghauts RA, berarti taat kepada Rasulullah SAW, yang sekaligus taat kepada Allah SWT. Dan, durhaka kepada Al-Ghauts RA, berarti durhaka kepada Rasulullah SAW yang sekaligus durhaka kepada Allah SWT.
Kami bertanya :

a. Salahkah, menurut MUI Kota Tasikmalaya, jika hadits diatas diartikan “taat kepada al-Ghauts RA menjadi penyebab meningkatnya (jallaab) iman dan taat kepada Rasulullah SAW, yang sekaligus iman dan taat kepada Allah SWT” ?.
b. Salahkah, menurut MUI Kota Tasikmalaya, jika hadits diatas juga diartikan “durhaka kepada al-Ghauts RA menjadi penyebab melorotnya (sallab) iman dan taat kepada Allah SWT, yang sekaligus melorotnya iman dan taat (durhaka) kepada Allah SWT”?.
c. Jika dianggap salah, pengartian diatas, kami bertanya, dengan dasar apa dan darimana ?

Syeh Muhammad Wafa (w. 801 H), Guru Agung Pemandu kaum sufi pada zamannya, menyimpulkan makna hadits diatas sebagai berikut :

قلْبُ العَارِفِ حضْرَةُ اللهِ فـَمَنْ تـَقَرَّ بَ اِلَيْهِ بِالقُـرْبِ المُلاَ ئِمِ فُـتحَتِ لَهُ أَبْوَابُ الحَضْرَةِ

“Hati orang arif (apalagi Amirul Arifin/ al-Ghauts RِِِِA) itu, hadrah (lambang kehadiran) Allah. Barang siapa mendekat kepadanya dengan cara pendekatan yang semestinya, maka akan terbukalah baginya pintu-pintu kehadiran (Allah)”.
Kami bertanya :

a. Menurut MUI Kota Tasikmalaya, salahkah penjelasan Syeh Muhammad Wafa tersebut?.
b. Jika salah, apa dan darimana dasarnya ?
c. Jika benar, bukankah “terbukanya kesadaran hati seseorang tentang kehadiran Allah SWT” merupakan sifat Jallaabnya al-Ghauts Ra ?.

2) Hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairoh Ra, Rasulullah SAW bersabda :

انّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ مَنْ عَادَ لِي وَلِيًّا فَـقَدْ اَذ نْتُهُ بِالحَرْبِ

Sesungguhnya Allah SWT berfirman : Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku (Allah) menyatakan perang kepadanya“.
Kami bertanya :

a. Setujukah MUI Kota Tasikmalaya, bahwa orang yang dimurkai dan diperangi oleh Allah SWT, adalah orang yang imannya melorot, atau bahkan tercabut (sallaab)?. Jika setuju, dalam keterangan hadits diatas, penyebab kemurkaan Allah SWT, adalah rasa benci dan memusuhi waliyullah (apalagi yang berpangkat al-Ghauts RA). Bukankah ini Sallaab namanya,?. Jika bukan sallab atau yang sepadan arti, lantas apa namanya. ?.
b. Jika MUI Kota Tasikmalaya “tidak setuju”, dengan keterangan yang sejelas diatas, dengan kerangka apa, dasar berpikirnya ?.

3) Hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصبِرْ, فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا مَا تَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

Barangsiapa yang membenci sesuatu yang datang dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Sulthan (apalagi Sulthan al-Auliya’) sejenggkal saja, maka dapat mengakibatkan mati sebagaimana matinya orang kafir jahiliyah.
Kami bertanya lagi, salahkah menurut MUI Kota Tasikmalaya, jika hadits ini, disimpulkan, bahwa didalamnya tersirat terjadinya mati jahiliyah, karena “iman tercabut (sallaab)”. Dan ketercabutan iman tersebut diakibatkan memusuhi. membenci Sulthan al-Auliya’ ?.
Jika dianggap “salah”, atas dasar dan nash qath’i apa serta darimana ?. Serta dengan kacamata apa memandang nash qath’i tersebut ?.
Seandainya terjadi beda penafsiran, semestinya tidak boleh menyesatkan penafsiran orang lain. Tidakkah khilafiyah dalam ummat ini sebagai rahmah bagi kehidupan ?.

4) Dalam hadits riwayat Bukhari dari Anas Ibn Malik, dijelaskan, bahwa ketika menjalang keberangkatan mi’raj ke langit, malaikat Jibril (mahluk-bukan Khaliq)), atas perintah Allah SWT, meningkatkan (jallaab) iman Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

فُرِجَ عَنْ سَقْفِ بَيْتِي فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَجَ صَدْرِي ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ جَاء بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُمْتَلِئٍ حِكْمَةً وَإِيْمَانًا فَأَفْرَغَهُ فِي صَدْرِي ثُمَّ أَطْبَقَهُ

“Atap rumah-Ku terbuka, saat itu Aku berada di Makkah. Jibril turun dan membelah dada-Ku. Kemudian mencucinya dengan air zamzam. Kemudian didatangkan satu bejana yang terbuat dari emas, yang berisi hikmah dan iman. Lalu (iman dan hikmah) dituangkan kedalam dada-Ku, kemudian (dada-Ku) ditutupnya kembali”.
Perbuatan Jibril AS “menuangkan” iman dan hikmah kedalam dada Rasulullah SAW, dapat dikatakan perbuatan Jalllab. Yang secara lahiriyah dilakukan oleh mahluk (Jibril As). Kesimpulan ini, salahkah menurut MUI Kota Tasikmalaya ?. Jika salah, apa dan dari mana dasarnya ?.

5) Tarekat “Qadiriyah” juga meyakini jika Syeh Abdul Qadir, memiliki karomah (سلاب الاحوال – pencabut kondisi batiniyah seseorang). Dan karomah ini disampaikan sendiri oleh Syeh. Abdul Qadir dalam kitab Lujain ad-Daani, bab “fatwa dan karamah Syeh”
Kami bertanya, salahkah menurut MUI Kota Tasikmalaya, tarekat “Qadiriyah” ini, dan juga tarekat yang lain yang juga memiliki prinsip Jallaab dan Sallab kepada al-Ghauts Ra penggagas awal setiap tarekat mereka ?.

Poin 1. d. tertulis :
Bahwa kalau tidak ada Ghauts (yang dimaksud Mbah H. Abdul Majid) Allah akan menghancurkan dunia sekarang ini (Mbah H. Abdul Majid dianggap juru selamat bagi ummat zaman sekarang). (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal. 17)

Kami menjawab
Inti teks kalimat ini, tidak sesuai dengan halaman dan buku rujukan. Terutama, teks (Mbah H. Abdul Majid dianggap juru selamat bagi ummat zaman sekarang), yang ternyata tidak terdapat dalam halaman dan buku rujukan (lihat kembali bukunya). Buku dan halaman aslinya terlampir.
Bagaimana semestinya MUI Kota Tasikmalaya ini, mengaku telah mengambil rujukan dari kalimat yang tertera dalam buku kami, namun ternyata yang menjadi rujukan, adalah “tafsiran” MUI Kota Tasikmalaya sendiri ?. Hal seperti ini seharusnya tidak patut terjadi dalam lembaga agama seperti MUI.
Arti dari susunan kalimah “Bahwa kalau tidak ada Ghauts”, dengan jelas bersifat umum untuk seluruh al Ghauts RA, baik dahulu, sekarang dan yang akan datang. Namun, ada maksud apa, sehingga MUI Kota Tasikmalaya menafsirinya bersifat khusus, dan ditujukan kepada Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA.

Kami bertanya, apakah kalimat tersebut ditulis sengaja untuk menghasud, menghantam dan memojokkan Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA. ?. Tidakkah menghasud itu lebih kejam dari pembunuhan ?. Sudahkah hal ini, MUI Kota Tasikmalaya direnungkan sedalam-dalamnya?.
Jika MUI Kota Tasikmalaya ingin koreksi makna dan isi prinsip tersebut, semestinya melihat kitab aslinya, yang kami jadikan rujukan dalam buku kami tersebut. Yakni kitab Taqrib al-Ushul, halaman 53. Bukan sekedar pada buku kami. Lebih lagi bukan pada “tafsiran sendiri”. Jika memang MUI Kota Tasikmalaya tidak memiliki kitab rujukan tersebut, sebaiknya dalam surat keputusan fatwa tersebut, tidak menulis kalimat “yang dengan secara seksama telah membahas dan menelaah”
Kitab ini (Taqriib al-Ushul), mengupas prinsip tersebut sebagai penjelasan terhadap hadits Nabi SAW yang sangat banyak, tentang keberadaan dan sirri para waliyullah, khususnya wali al-Ghauts RA (sebagai penjaga dan pelestari alam seisinya secara rohani), sebagaimana yang telah kami sebut dalam hadits al-Wahid (satu hamba Allah SWT). Dan untuk memperjelasnya lagi, antara lain :

a. Hadits sahabat ‘Ubadah Ibn Shamit, riwayat Imam Ahmad, Thabrani dan Abu Nuaim:

لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَ ثُونَ بِهِمْ تَقُـوْمُ الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَـرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْـصَرُوْنَ

Tidak sepi didalam ummatku tigapuluh orang. Sebab mereka Bumi tetap berdiri tegak, sebab mereka mahluk diberi hujan, dan sebab mereka, manusia ditolong (oleh Allah)
b. Hadits dari sahabat Mu’ad Ibn Jabal, riwayat Ad Dailami :

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مِنَ الأَ بْدَالُ الذِيْنَ بهِِمْ قَوَامُ الدُنْيَا وَأَهْلِهِ

Adalah tiga (hamba) orang. Barang siapa ada didalamnya, berarti ia dari golongan wali abdal. Yang sebab mereka dunia dan seisinya tetap tegak. .
Jika telas jelas demikian, kami ingin bertanya kepada MUI Kota Tasikmalaya :

1. Siapakah yang patut divonis bertentangan dengan aqidah Islamiyah ?. Kami, ataukah pihak yang memvonis kami sebagai ajaran yang betentangan dengan aqidah Islamiyah ?.
2. Wajibkah atau tidak, menurut MUI Kota Tasikmalaya, bagi pihak yang memfitnah dan mendhalimi, memohon maaf kepada orang / golongan yang didhalimi dan dan difitnah ?.

Poin 2. tertulis
“Kehadiran Yayasan Perjuangan Wahidiyah di kampung Kereteg Kelurahan Cigantang Kecamatan Mangkubumi sangat kontroversi dan meresahkan masyarakat sekitar, terutama dalam aqidah Islam”.

Kami menjawab
1. Karena MUI Kota Tasikmalaya, memasukkan kalimat ini kedalam bagian “MEMUTUSKAN”, bukan dalam bagian konsideran (dictum “Memperhatikan”), maka, makna yang dapat dipahami dari susunan kalimat “Kehadiran Yayasan Perjuangan Wahidiyah” sebagai penyebab keresahan, berarti berdasar penilaian dan keputusan MUI Kota Tasikmalaya, bukan berdasar fakta lapangan. Coba direnungkan kembali !
2. Makna dari “Sangat kontroversi” yang dimaksud MUI Kota Tasikmalaya sangat membingungkan. Kontroversinya lembaga kami didaerah tersebut dalam hal apa? Jika yang dimaksudkan “kontroversi” tersebut, adalah dengan adat yang berlaku. Kami bertanya, adat yang mana ?. Jika, dengan aqidah Islam, aqidah Islam yang mana ?.
Agar MUI Kota Tasikmalaya tidak kacau dalam memahami shalawat Wahidiyah dan ajarannya, maka perhatikan hal-hal dibawah ini :
a. Makna dan inti Shalawat wahidiyah, tidak kontroversi dengan makna dan inti shalawat lainnya. Coba terjemahkan redaksi shalawat Wahidiyah dan shalawat lainnya kedalam bahasa Indonesia !
b. Prinsip ajaran Wahidiyah, tidak kontroversi dengan prinsip pokok ajaran Islam :
1). لله بالله tidak kontroversi dengan aqidah Islamiyah. Begitu pula tidak kontroversi dengan tarekat yang ada. Sebab setiap tarekat, memfokuskan dasar dalam ibadah dengan prinsip “lillah – billah” ini. Misal saja, tarekat “Qadiriyah”
Lihat dalam kitab Lujain ad-Daani manaqibnya Syeh Abdul Qadir Jilliy RA:

وَطَرِيْقُهُ تَجـْرِيْدُ التَوحـِيدِ وَتَفـْرِيْدُ التَوحـِيْدِ لاَ بـِشَيْئٍ وَلاَ لـِشَيْئٍ

(Prinsip) tarekat Syeh, adalah tertariknya segala mahluk kedalam ke-Esa-an Allah, dan ke-Esa-an Allah itu dalam kesendirian-Nya. Yakni (sadar) tidak karena apa-apa (lillah} dan tidak sebab apa-apa (billah).

2). للرسول بالرسول , tidak kontroversi dengan shalawat lainnya. Dalam shalawat “Nariyah” terdapat kalimah بِهِ artinya - sebab jasa Rasulullah SAW, sama arti dengan “Birrasul”. Dalam shalawat “Badar” terdapat susunan kalimah وَبِالهَادِي رَسُولِ الله - Sebab jasa Nabi SAW Pembawa hidayah, yaitu Rasulullah, artinya juga “Birrasul” Dalam doa yang mashur dalam masarakat :

يَارَبِّ بِاامُصِطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا واغَفِـرلَنَا ماَمَضَى يَاوَاسِعَ الكَرَمِ

Wahai Tuhan kami, sebab jah keagungan Nabi Yang Terpilih (Rasulullah SAW) sampaikanlah tujuan hidupku, dan (sebab jah kemuliaan Nabi SAW) ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu, Wahai Tuhan Yang Maha Luas Kemulyaannya”, juga sama arti dengan “Birrasul”
Lirrasul-Birrasul, tidak kontroversi dengan prinsip dalam shalat. Ketika muslim yang sedang mendirikan shalat, dalam memurnikan iman dan tauhid kepada Allah SWT, mereka tetap diwajibkan tawajjuh (menghadap hubungan rohani) kepada Rasulullah SAW. Yakni ketika membaca السلام عليك أيّها النبي dalam doa tasyahud. Lihat dalam kitab Fathul Bari Syarah shahih Bukhari (Ibnu Hajar al-Asqalani), Qawaid al-Aqaid (Imam Ghazali), Tanwir al-Quluub (Syeh Amin al-Kurdiy) atau kitab Nurul Burhan (al-Mukarram Bapak KH. Mushlih Mranggen Demak - Jawa tengah – mantan Rais ‘Am, Jam-iyah Ahli Thariqah Mu,tabarah, NU).

3). للغَوث بالغوث - tidak kontroversi dengan aqidah Islamiyah. Dalam sistem seluruh terekat manapun, menyimpulkan bahwa kunci keberhasilan ma’rtifat dan berkah dari Allah Swt, tergantung pelaksanaan prinsip رَابِطَةُ الشيْخ - kuatnya hubungan batin antara Guru Mursyid dan murid.
c. Agar MUI Kota Tasikmalaya tidak gegabah dalam memahami aqidah Islam, perhatikanlah, hal-hal berikut ini:
1). Hadis riwayat Imam Abu Daud dari Abu ad-Darda’, Rasulullah SAW bersabda :

إِشـْفَعـُوا إِلَيَّ لَتُؤْجَـرُوا وَلَيَقْـضَ اللهُ عَلَى لِـسَانِ نَبـِيِّهِ مَا شَاءَ

“Mohonlah kamu semua syafa’at kepada-Ku niscaya kamu semua akan diberi pahala, dan sungguh Allah menentukan apa-apa yang Ia kehendaki. melalui lisan Nabi-Nya,
2). Hadis riwayat Imam Baihaqi, dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda :

أَنَا أَبُو القَاسِمِ وَاللهُ يَرْزُقُ وَأَنَا أَ قْسِمُ

“Aku (Rasulullah) adalah Bapaknya para pembagi, sedangkan Allah adalah Zat Pemberi rizki, dan Aku sedang dan akan Membagi”.
Hadits yang sepadan arti, dengan lain redaksi, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari Ra.
3). Firman Allah Swt, Qs. an-Nur : 55

وَعَدَاللهُ الذِيْنَ اَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُواالصَالحَاتِ لَيَسْتَخْلِفِنَّهُمْ في الاَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنّنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمْ الذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبـَدّ ِلَنَّهُمْ مِنْ بَعـْدِ خَـوْفِهِمْ أَمْنًا يَعـْبُدُونَنِي وَلاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal yang sholeh, bahwa sungguh-sungguh (Allah) akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana (Allah) menjadikan orang-orang yang sebelum mereka. Dan sungguh (Allah) akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhai-Nya. Dan (Allah) benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dan tiada mensekutukan-Ku dengan sesuatu apapun”.
Imam Ibnu Katsir, memberi tafsiran, bahwa sari dari ayat ini merupakan mukjizat Nabi Saw sehingga dapat mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi, dan sekaligus sebagai pemberitaan Allah Swt, tentang akan adanya khalifah rohani bagi ummat-Nya.

هَذَا وَعْدٌ مِنَ اللهِ لِرَسُولِهِ بِأَنَّهُ سَيَجْعَلُ أُمَّتَهُ خُلَفَاْ الآَرْضِ

“Ini adalah janji dari Allah kepada rasul-Nya, bahwa sesungguhnya (Allah) akan menjadikan ummat-Nya sebagai kholifah dibumi”.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini dengan hadis Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim :

لاَيَزَالُ طَائِفَةُ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِيْنَ عَلَى الحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلّهُمْ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ , وفِي رِوَايَةٍ حَتَّى يُقَاتِلُونَ الدَجَّالَ, وَفِي رِوَايَةٍ حَتّى يَنْزِلُ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ. وكُلُّ هَذِهِ الرِوَايَةِ صَحِيْحَةٌ وَلاَ تُعَارِضُ بَيْنَهَا

“Tidak sepi ummat-Ku, dari sekelompok manusia yang memperjuangkan kebenaran, yang mana tidak dapat memberi madlarrat kepada mereka, orang-orang yang menghinakannya, sampai hari kiamat”. Dan dalam riwayat lain : “sampai mereka dapat membunuh dajjal”. Dan dalam riwayat lain : “sampai turunnya Nabi Isa Ibn Maryam”. Riwayat hadis ini adalah shahih tanpa adanya pertentangan antara hadis satu dengan hadis lainnya.
Sedangkan Imam Qurthubi, dalam memberi penjelasan ayat diatas dengan menyertakan sabda Rasulullah Saw :(HR.Bukhari dan Muslim) :

زُوِيتْ لِي الاَرْضُ فـَرأَيْتُ مـَشَارِقَهَا وَمغَارِبَهَا وَسـَيـَبْلُغُ ملُـَكُ أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا

Sesungguhnya Allah telah melipat bumi untuk-Ku, sehingga Aku dapat melihat bumi bagian timur dan bagian baratnya. Dan akan sampai raja ummat-Ku yang juga menerima bumi seperti ketika diterimakan kepada-Ku”
Penjelasan ayat diatas juga dijelaskan oleh Syeh Ibnul Qayyim al-Jauziyah (murid Syeh Ibnu Timiyah), dalam kitabnya Jala, al-Afham Fi as-Shalaati ala Khair al-Anaam.
4). Allah berfirman, Qs, Fathir : 32 :

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الكِـتَابَ الذِيْنَ اصْطَـفَيْنَا مِنْ عِبَادِ نَا

“Kemudian Kami (Allah) mewariskan kitab (al-Qur’an) kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami”.
Isi dan sari serta kekuatan sinar Islam yang ada dalam al-Qur’an, setelah diwahyukan kerpada Rasulullah SAW, diwariskan (secara rohani) kepada salah satu hamba yang dipilih oleh Allah SWT, setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Untuk lebih jelasnya makna yang terkandung didalam ayat ini, lihat dalam kitab tafsir al-Qurthubi, Ibnu katsir, atau Jalalain.
Kami bertanya, siapakah yang kontroversi dengan aqidah Islam itu ?. Yayasan kami, ataukah pihak yang mendlalimi dan memfitnah kami ?.

5). Dalam kitab “Al Anwar Al Qudsiyah” :

وكَانَ سَّيدِي الد سُـوقِي يَقولُ :اِذَا صدَ قَ المِريْـدُ مَعَ شَيْخِه ِوَنا دَى شَيخهُ مَعَ مَـسِيْرَةِ عَامٍ أَجَابَه

“Syeh Sayid Dasuqi RA. berkata : jika murid (tasawuf) benar - benar bersama gurunya (al-Ghauts RA), kemudian ia memanggil gurunya dari jarak perjalanan satu tahun. maka, akan menjawablah Guru itu”.
Meskipun muridnya ada diujung barat dunia, sedangkan Guru al-Ghauts RA ada diujung timur dunia, Guru Kamil Mukammil (al-Ghauts RA) tersebut dapat membimbing muridnya. Semua ini atas kehendak dan titah Allah Swt semata.

6). Dalam kitab “Tanwir al Qulub”, dijelaskan :

اِنَ الشَـيْطَا نَ لاَ يَتَمَثّلُ بِوَلِيّ ٍ كَا مِلٍ كَمَا لاَيَتَمَثّـَلُ بِالنَبِي َصلَى اللُه عَلَيْهِ َوسَـلَمَ

“bahwa sesungguhnya syaithan itu tidak mampu menyerupai Wali Yang Sempurna (wali kamil), sebagaimana syaithan tidak mampu menyerupai Nabi SAW”.

7). Pengalaman rohani tentang keberadaan al-Ghauts RA telah dialami oleh para ulama terdahulu, antara lain :

Ghauts Fii Zamanihi Syeh Ibn Atha’illah, pada waktu ibadah haji, ketika melaksanakan thawaf, tiba-tiba Gurunya (al-Ghauts Syeh Abul Abbas Mursi), juga melaksanakan thawaf. Ketika beliau ingin berjabat tangan kepada Gurunya, tiba-tiba Al Mursi menghilang. Begitu pula, ketika wuquf di ’arafah, Al Mursi juga ada disana. Dan ketika Syeh Atha’illah ingin berjabat tangan lagi, tiba-tiba Al Mursi menghilang lagi. Demikian juga, peristiwa ini dialami oleh Syeh Atha’illah dalam setiap menjalankan rukun haji. Ketika beliau telah pulang ke Kairo - Mesir, ia bertanya kepada sesama santri dan mahasiswa. “Apakah Guru kita kemarin pergi melaksanakan ibadah haji ?”. “Tidak”, jawab semua santri. Dengan penasaran Atha’illah memberanikan diri bertanya langsung kepada AlMursi: “Guru, kemarin ketika saya melaksanakan haji, setiap melaksanakan rukun haji, Paduka senantiasa ada disamping kami, maka kami mohon penjelasan dari Paduka” !.Jawab Syeh al-Mursi :

اَيِّ حُجُرٍفَاجَابَ مِن فَـاِذَا دُعِيَ ا لقُطْب رَجُلٌ كَبِيْرٌ يَمْلاَءُ الكَوْن

“Lelaki yang berpangkat Besar itu (jiwanya) memenuhi alam semesta. Jika Beliau al Quthbu (poros mahluk – pen.) ini dipanggil dari kamar manapun, maka menjawablah Beliau”.
. Hubungan dengan Kedudukan Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef, Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA
Banyak Ulama dan Kiyai di Jawa timur yang mendapat rukyah shalihah, antara lain :
a). Bapak Kiyai Muhammad Fauzan, Pengasuh PP “Salafiyah”, Tawang, Kalipare, Karang Kates, Malang, Jawa timur, pernah mendapat pengalaman rohani sebagai berikut :

Pada tanggal 27 Ramadhan 1980. K.Fauzan bermimpi melihat Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Mu'allif, Shalawat Wahidiyah QS wa RA, bersama Rasulullah SAW berada di halaman depan masjid Kedunglo Al Munadhdhoroh. Waktu itu, Rasulullah SAW membangun jaringan kabel listrik yang dihubungkan keseluruh penjuru alam dari pribadi beliau Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Mu'allif Shalawat Wahidiyah QS wa RA.. Setelah bangunan kabel selesai, Rasulullah SAW memancarkan sinar-Nya kepada Beliau Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Mu'allif Shalawat Wahidiyah QS wa RA, dan menghilanglah Rasulullah SAW. Kemudian beliau Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Mu'allif Shalawat Wahidiyah QS wa RA. memancarkan sinar tersebut keseluruh penjuru arah . Dan K. M. Fauzan tidak dapat mengetahui batas sinar tersebut.
b). Adalah Bapak Kiyai Mahmud Mishbah (Kerpanjen – Kab. Malang –Jawa timur). Ketika Bapak Kiyai ini menghadap kepada Beliau Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA. Tiba-tiba datanglah seseorang yang sangat berwibawa, yang diikuti oleh 4 orang dibelakangnya. Orang yang berwibawa tersebut mengucapkan salam serta bersabda : أنا محمد َصلَى اللُه عَلَيْهِ َوسَـلَمAku adalah Muhammad SAW. Dan Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA., menjawab salam tersebut dengan mencucurkan airmata. Setelah salam terjawab, Beliau Rasulullah Saw memegang dahi Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA., dan menuliskan kalimat القُطْبُ الرَبَّانِي – “Wali Quthub yang menjadi lambang kehadiran Tuhan”, dengan tinta emas. Setelah menulis kalimat ini, tiba-tiba pula Rasulullah SAW, beruluk salam dan terus menghilang. Seketika itu, Bapak Kiyai Mahmud Mishbah, tanpa ia sadari berlinang air matanya.
9). Pengalaman rohani yang baik tidak boleh dilecehkan, apalagi didustakan.
Hadits riwayat Imam Thabrani, Nabi Saw bersabda :

الرُؤْيةُ الحَسَـنَةُ مِنَ اللهِ َوُرْؤيَةُ السَـيِّئَةُ مِنَ الشَـيْطا ِن

“Mimpi (pengalaman rohani) yang baik itu dari Allah sedangkan rukyah yang buruk itu dari syetan”.
Hadits riwayat Imam Tirmidzi dan Imam Bukhari, Nabi Saw bersabda :

فِي اَخِرالزَمَا نِ لاَ تَكْذَ بْ رُؤْيَـةُ المُؤْ مِـنِ

“Diakhir zaman janganlah kamu mendustakan (pengalaman rohani) orang mukmin”.
10). Berdusta dalam pengalaman ruhani (rukyah) tentang Rasulullah Saw atau tentang syari’ah Islam, berarti telah menyediakan dirinya, duduk dalam nereka. Sebagaimana keterangan dari hadits Nabi SAW yang sangat mashur.
d. Menangis kepada Allah Swt, jika dianggap kontroversi dengan aqidah Islam, Na’udzu Billah.
e. Nida 4 penjuru, memiliki maksud memanggil jiwa manusia (da’wah) secara rohani, agar segera sadar kembali kepada Allah SWT). Dan, demi kebaikan dan kesalehan ummat secara kolektif, kami mengajak semua muslim melaksanakannya secara massal. Nida 4 penjuru itu dulunya amalan Nabi Ibrahim AS. (Lihat penjelasan dalam kitab “Tafsir Shawi”).
Dengan penjelasan tersebut diatas, kami bertanya kepada MUI Kota Tasikmalaya, siapakah semestinya yang meresahkan warga ?.
Siapapun yang berkesempatan membaca surat jawaban ini, kami yakin akan berani mengatakan, bahwa yang membuat keresahan adalah bukan kami yang terfitnah dan terdlalimi.
Jika lembaga kami meresahkan, karena keberadaan lembaga kami “ansich”, tidak mungkin Perjuangan Wahidiyah dapat berdiri dibeberapa daerah (saat ini) hampir di seluruh tanah air. Bahkan mufti Kerajaan Brunei Darussalam dan Mufti kesultanan Perak -Malaysia telah memberi surat pernyataan, bahwa shalawat Wahidiyah boleh disiarkan dan diamalkan dinegara tersebut. Jika membutuhkan salinan surat aslinya, silahkan hubungi kami secara resmi organisatoris).

Poin 3. tertulis :
Mengingat kaidah Ushul Fiqih
Artinya : Menghilangkan mafsadah lebih diutamakan dari mengambil maslahah.

Kami Menjawab
Kamipun sependapat dengan kaidah Ushul Fiqih itu,

دَرْءُ المَفَا سِد مُقَـدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِح , maka kami bertanya lagi kepada MUI Kota Tasikmalaya, siapa yang membigungkan masarakat ?

Kami yang terfitnah namun memiliki dasar yang Islami, ataukah yang memfitnah kami dan yang sembrono dalam menilai Wahidiyah ?.
Maka, dengan dasar fakta ini, dalam hati kami timbul pertanyaan, ada permainan apa dibalik semua ini, sehingga MUI Kota Tasikmalaya, tega menggunakan lembaga MUI sebagai lembaga terhormat untuk menghakimi orang (kelompok) tanpa dasar yang jelas.

Pada poin 3. 1. tertulis :
Sehubungan dengan itu, kami mohon :
Agar aparat yang berwenang melarang, menutup dan membubarkan Yayasan Perjuangan Wahidiyah tersebut. Tidak hanya dalam wilayah kecamatan Mangkubumi akan tetapi dalam wilayah Kota Tasikmalaya.

Dalam hal ini, kami sarankan dan memberi masukan :
a. Permohonan ini semestinya mudah dikabulkan oleh aparat yang berwenang, bila MUI Kota Tasikmalaya benar dalam cara dan sistem pengambilan keputusan serta memakai dasar dan fakta yang benar.
b. Karena MUI Kota Tasikmalaya kurang teliti, tidakkah permohonan tersebut, berarti sebagai pelecehan kepada aparat yang berwenang ?. Maksudnya, MUI Kota Tasikmalaya telah menganggap bahwa aparat yang berwenang, akan bertindak gegabah, tanpa analisa yang tajam dan kaji ulang yang seksama. Sebab pihak aparat tidak ingin menodai korp atau lembaganya, hanya demi kepentingan pribadi atau pesanan kelompok.

Dan, pada poin 3.2. tertulis
Agar semua pihak untuk senantiasa memelihara suasana yang kondusif, hidup berdampingan dengan mereka dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan Hidayah dan taufiqNya kepada mereka untuk kembali kepada jalan yang benar sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Hadits.

Dalam hal ini, kami hanya menyampaikan :
1. bersterima kasih, didoakan agar mendapat hidayah dan taufiq Allah SWT.
2. kami juga mendoakan agar anggauta MUI Kota Tasikmalaya, mendapat bimbingan dan taufiq Allah SWT, sehingga tidak gegabah dan ceroboh lagi dalam mengambil keutusan.
3. semoga orang atau kelompok yang mendlalimi dan memfitnah kami, segera sadar dan berani bertanggung jawab atas perbuatannya sesuai ketentruan syari’ah Islamiyah.

Penutup
A. Kesimpulan.
1. Prinsip keberadaan dan sirri karomah para waliyullah dan al-Ghauts Ra, merupakan Sunnah Rasulullah Saw, dan bukan bid’ah.
2. Yayasan Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, tidak bertentangan dengan aqidah Islamiyah. Dan juga, tidak meresahkan masarakat. Terbukti telah berdirinya Yayasan kami diberbagai daerah, serta kelancaran acara mujahadah (permohonan kepada Allah SWT), yang diselenggarakan oleh Yayasan kami dari pusat sampai cabang kami didaerah-daerah setanah air. Bahkan masarakat dari segala lapisan, setelah dengan jernih merenungkan tujuuan kami, mereka sangat antusias untuk membantu kami demi suksesnya acara mujahadah yang kami laksanakan.
3. Isi keputusan fatwa MUI Kota Tasikmalaya, yang menghakimi kami, terbukti salah besar. Karena, tidak memiliki dasar menurut hukum Islam atau hukum yang berlaku dinegeri kita ini.
4. Jika MUI Kota Tasikmalaya, belum dapat menerima makna jallab dan sallab sebagaimana yang telah kami uraikan diatas serta tidak sependapat dengan penjelasan para Ulama Salafus Shalih terdahulu yang telah tertulis dalam berbagai kitab tafsirnya atau kitab lainnya, itu terserah MUI Kota Tasikmalaya.
5. Akhirnya, kami husnudhdhon (berprasangka baik) kepada MUI Kota Tasikmalaya. Bahwa MUI Kota Tasikmalaya berkenan menerima penjelasan kami diatas. Karena apa ?. Yang telah kami jelaskan diatas, adalah berdasarkan al-Qur’an, al-Hadits dan Qaul Ulama Salafus Shalih.

B. Tuntutan
1. MUI Kota Tasikmalaya supaya meninjau dan mencabut kembali surat keputusan fatwa Nomor : 25/Kep./MUI -Kota-Tsm/VI/2005, tersebut.
2. MUI Kota Tasikmalaya supaya menerbitkan surat keputusan yang baru, yang menjelaskan bahwa ajaran Wahidiyah tidak bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah.
3. Surat yang kami maksud pada point 1 dan 2 diatas supaya dikirimkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya dengan tembusan dikirim kepada :
a. kepada instansi yang pernah mendapatkan tembusan surat fatwa tersebut.
b. Yayasan Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo Pusat, Kota Kediri Jawa Timur.
c. Forum Komunikasi Muda Mudi Kereteg – Cigantang - Mangkubumi
4. Surat yang kami maksud pada point 1 dan 2 diatas supaya disosialisasikan (dimasarakatkan).

Akhirnya, semoga kita ummat Islam khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya senatiasa mendapat hidayah Allah SWT wa Rasulihi SAW dan barakah karamah Ghauts Hadzaz Zaman RA, dan sadar pentingnya persatuan dan kesatuan, serta mengutamakan kebenaran. Amin ... . Yaa Rabbal ‘Alamin.

والحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

Friday 9 August 2013

PILGUB JATIM 2013



KHOFIFAH SOWAN KE PONPES. KEDUNGLO

Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut 4, Khofifah Indar Parawansa, datang ke Ponpes. Kedunglo al Munadhdharah Kediri untuk sowan kepada Pengasuh Pondok yang sekaligus adalah Pimpinan/Pengasuh Perjuangan Wahidiyah, Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra. pada hari rabu malam (7/8) dengan ditemani beberapa orang dari tim suksesnya.

Menurut beberapa sumber, kedatangan Khofifah ke kediaman orang nomor satu di wahidiyah tersebut adalah untuk memohon restu dan dukungan atas pencalonannya dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur 29 Agustus 2013 nanti.

Calon Gubernur Jatim yang sempat tersendat proses pencalonannya ini berada di Ponpes Kedunglo al Munadhdharah Kediri sampai sekitar jam 12 malam.

Saat dikonfirmasi tentang hal tersebut, Sekretaris Perjuangan Wahidiyah Pusat, K. Badrul Haman Syuhada membenarkan berita tersebut. Dia mengatakan bahwa wahidiyah mendukung pencalonan Khofifah, bahkan Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra telah memberikan arahan agar pengamal wahidiyah di Surabaya membentuk tim mujahadah di tempat (rumah) Khofifah. Akan tetapi Pengasuh Perjuangan Wahidiyah belum memberikan petunjuk teknis untuk sosialisasi di kalangan pengamal wahidiyah Jawa Timur tentang hal tersebut, lanjutnya. (ram)

PILGUB JATIM 2013 DAN PILEG 2014

DIBAWA KEMANA SUARA PENGAMAL WAHIDIYAH?

Wahidiyah tidak berpolitik secara praktis, dalam artian masuk ke salah satu partai politik atau bahkan membentuk partai politik. Akan tetapi, pengamal wahidiyah dibebaskan masuk ke dalam partai politik apapun yang mereka inginkan untuk menyalurkan hal konstitusionalnya. Itu yang disampaikan oleh mu’alif shalawat wahidiyah dan dilanjutkan oleh Pengasuh Perjuangan Wahidiyah saat ini. Bahkan pengamal wahidiyah dilarang golput sebagai wujud lillah dan lilrrasul didalam hubbul wathan minal iman.

Di Wahidiyah, sudah ada “aturan tidak tertulis” bahwa jika ada pengamal wahidiyah yang menjadi caleg maka pengamal wahidiyah yang lain (dala satu dapil) wajib membantu dan mendukungnya, tanpa melihat apa partainya. Ibarat kata, pengamal wahdiyah adalah satu tubuh, satu berusaha menggapai yang lainnya membantu menopangnya. Apalagi kalau ada calon kepala daerah atau calon anggota legislatif yang sudah direstui oleh Pengasuh Perjuangan Wahidiyah bahkan ditunjuk langsung oleh beliau, seperti pencalonan Subhan, S.Pd (K. Subhan Khotib) untuk DPD RI pada pemilu 9 April 2014, maka tanpa dalil dan ego apapun, atau bahkan melihat kans untuk menang kalah, pengamal wahidiyah disemua tingkatan harus mendukung dan menyukseskannya, bahkan bersifat “wajib”.

Sudah banyak para calon yang mendapat restu dan dukungan Pengasuh Perjuangan Wahidiyah, baik untuk calon Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) maupun calon anggota legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD I, DPRD II), tinggal bagimana pengamal wahidiyah bersikap dan menyikapi hal ini. Apakah akan membawa egonya sendiri-sendiri karena sudah ada calon yang didukung, atau sami’na wa atha’na dengan keputusan pusat.

Yang baru-baru ini mendapat restu dan dukungan dari Pengasuh Perjuangan Wahidiyah adalah Khofifah Indar Parawansa, Calon Gubernur Jatim No. Urut 4 yang sowan ke Ponpes Kedunglo al Munadhdharah Kediri tanggal 7 Agustus 2013 kemarin atau tepatnya pada saat malam takbiran. (ram)