Permainan “Bola Panas” cerdik ala Jokowi untuk Trunojoyo-1 ?
Para pendukung Jokowi yang berpikiran logis pasti terperangah tidak
percaya saat Jokowi mengajukan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai calon
tunggal Trunojoyo-1.
Di mata ICW dan masyarakat anti korupsi, BG adalah figur monster yang
menghantui mimpi buruk. Saat bersamaan, Polri sendiri merupakan
institusi yang terkenal korup. Bagaimana mungkin Jokowi akan memberantas
korupsi di Indonesia sementara “ujung tombak” penegakan hukumnya adalah
institusi Polri yang korup dan dipimpin oleh pemimpin yang disinyalir
juga korup?
Pertanyaan ini jelas ada dalam benak semua kita. Apalagi saat
mengajukan Kapolri justru Jokowi tidak meminta pertimbangan resmi dari
KPK. Ini jelas fatal. Lha wong memilih menteri saja minta pertimbangan
KPK, kok ini milih Kapolri yang jelas-jelas institusi “ujung tombak”
pemberantasan korupsi malah tidak libatkan KPK? Apakah karena BG itu
amat dekat dengan Mega dan Mega inginkan BG jadi Kapolri sehingga Mega
TIDAK inginkan Jokowi berkonsultasi dulu dengan KPK untuk ajukan BG?
Logis memang Mega tidak ingin melibatkan KPK atau PPATK karena sangat
mungkin pasti akan di-“stabilo” merah. Hanya kalau ke DPR itu perintah
UU yang harus dilaksanakan. Bagi Mega sendiri, jika saja DPR bisa
di-“bypass” tanpa melanggar UU pasti akan minta Jokowi melakukannya.
Menurut saya, BETUL itu penjelasannya. Jokowi langsung iyakan BG
untuk diajukan jadi calon tunggal Kapolri untuk memenuhi permintaan
Mega. Tapi benarkah dengan begini berarti Jokowi itu “boneka”-nya Mega?
Hmm… entar dulu menuduh Jokowi “boneka”-nya Mega dalam konteks ini.
Bisa jadi Jokowi sedang bermain “bola panas” secara cerdik menggocek
gawang! Mari kita pahami realitasnya:
Jokowi itu tidak punya dukungan penuh dari Partai Pendukung. PDIP itu
tidak sepenuhnya di bawah Jokowi. PDIP itu di bawah Mega. Golkar yang
partainya JK malah justru oposisi terhadap pemerintahan Jokowi.
Sementara KMP menguasai Parlemen. Birokrasi juga „enggan“ dekat dengan
Jokowi karena banyak kebijakan Jokowi mengganggu „zona nyaman“ para
pejabat birokrat. Di titik ini secara realitas jika Jokowi BERANI
menentang maunya Mega dengan menolak BG maka ini „harakiri“ politik!
Menentang Mega dalam konteks ini adalah keputusan bunuh diri dari sudut
politik.
Ingat, kita semua tahu bahwa Mega itu punya jejak rekam buruk tentang
BLBI yang saat ini sedang dikotak-katik KPK. Sangat mungkin Mega
benar-benar butuh BENTENG yang melindunginya yaitu Kapolri yang siap
sikat habis pihak-pihak yang berani otak-atik BLBI. Di titik ini bagi
saya, Jokowi cukup cerdas untuk berkelit dalam situasi sulit dengan
pilihan-pilihan sulit.
Jadi langkah yang dilakukan Jokowi justru langsung membuat BG sebagai
calon tunggal untuk diajukan ke DPR, sangat mungkin langkah yang
cerdik. Ini malah jauh lebih menguntungkan posisi Jokowi dari pada
menentang maunya Mega. Memang akibatnya, keputusan ini dikecam
masyarakat. Masyarakat pun menolak. KMP pun mulai bereaksi keras.
Akibatnya, KMP di DPR akan habis-habisan menguliti koreng dan bau busuk
yang melekat pada kredibilitas BG. Jika benar kredibilitas BG penuh
kotoran nanah, karena kenyang dengan rekening busuk gendutnya, maka
pasti KMP akan kuliti itu rame-rame di depan publik. Jadilah, akhirnya
DPR akan menolak BG. Tidak cuma menolak bahkan mungkin mempermalukan.
Justru ini yang dimaui Jokowi. BG DTOLAK dan yang menolaknya bukan
Jokowi melainkan DPR. Akibatnya, Mega hanya bisa melongo. Setelah itu,
saat Jokowi diminta kembali mengajukan calon Trunojoyo-1 maka dia
pilihlah Jenderal Polri yang paling bersih dari yang ada serta sangat
mungkin akan libatkan KPK, PPATK dan Lembaga Audit Anti Korupsi yang
kredibel lainnya. Jadilah, Jokowi akan memilih Kapolri pilihannya tanpa
harus bermusuhan dan menyakiti Mega. Biar bagaimana pun Jokowi butuh
dukungan Mega untuk kestabilan politiknya.
Tapi anda pasti anggap keputusan ini adalah “permainan berbahaya”.
Jawabnya: IYA ini permainan “bola panas” yang berbahaya. Paling tidak ini resiko yang akan terkait:
Satu, Jokowi saat ini dikecam oleh masyarakat sebagai Presiden yang
tidak punya komitmen serius memberantas korupsi sesuai dengan janji
kampanyenya. Hanya di mata saya, resiko ini adalah resiko terkecil buat
Jokowi. Toh jika ke depan Jokowi bisa buat program yang baik maka
masyarakat lupa. Suka atau tidak suka seperti inilah realitas di
masyarakat yang Jokowi amat paham memaknainya.
Keputusan diatas lebih kecil resiko politiknya dari pada Jokowi
menolak keinginan Mega yang membuat Jokowi bisa kehilangan dukungan
politik di Parlemen. Kehilangan dukungan dari Mega adalah kiamat politik
buat kestabilan pemerintah Jokowi.
Dua, Jokowi berkeyakinan KMP dan DPR pasti menolak BG. Jokowi sadar
jejak rekam BG amat buruk. Jadi, mosok KMP dan DPR akan setujui BG jadi
Kapolri? Bisa habis kredibilitas KMP dan DPR di mata publik. Tampaknya
itu yang ada di keyakinan Jokowi sehingga dia berkompromi dengan maunya
Mega untuk ajukan BG sebagai calon tunggal.
Masalahnya, jika ternyata KMP juga opportunis sehingga BG diloloskan
jadi Kapolri maka cilaka semua rakyat Indonesia ini. Cilaka betul jika
sinyalamen ICW benar bahwa BG adalah pemilik rekening gendut dan dia
bagian dari masalah korupsi tetapi justru malah jadi Kapolri.
Jokowi mungkin selamat dari kritikan publik karena bisa berlindung
toh DPR sudah melakukan „fit and proper test“ dan BG dinilai layak jadi
Kapolri. Jadi, Jokowi jelas selamat dari tuduhan buruk karena sudah
dapat persetujuan DPR. Tinggal para pegiat anti korupsi yang gigit jari
jika memang BG itu kredibilitasnya tidak bersih serta justru disetujui
jadi Kapolri.
Kedua alasan diatas inilah yang saya katakan Jokowi sedang memainkan
„bola panas“. Permainan ini membutuhkan kecerdikan tapi dengan resiko
yang juga amat riskan.
PS. – Tambahan catatan kaki:
Menurut saya kejadian Putin di Rusia menarik untuk simak dalam konteks Jokowi di Indonesia:
Saya kasih contoh Presiden Putin Rusia. Dia naik jadi Presiden karena
dukungan Boris Yeltsin secara politik, meskipun secara pemilu
berdasarkan suara rakyat. Nah saat Putin jadi Presiden maka rakyat Rusia
dan negara Rusia maju. Dia bekerja untuk rakyatnya. Sebagian besar
Rakyat Rusia sepakat bilang Putin bekerja untuk Rakyat dan untuk bangsa
Rusia. Anda tahu apa yang TIDAK pernah dilakukan Putin?
Jawabnya: Mengotak-atik Korupsi masa lalu yang pernah dilakukan oleh
Boris Yeltsin dan keluarganya. Itu dilindungi Putin. Anda bisa bayangkan
padahal Yeltsin sudah tidak punya kekuatan apapun, Putin yang terkenal
sebagai pemimpin keras dan tegas dunia pun enggan untuk mengganggu
Yeltsin dan mau pasang badan melindungi Yeltsin. Bisa anda bayangkan
dengan posisi Jokowi dan Mega? Yeltsin yang sudah tidak punya posisi
apapunya saja, Putin cukup takut mengotak-atik Yeltsin, apalagi dalam
konteks Jokowi dengan Mega yang notabene Mega masih berkuasa dan penentu
penting stabilitas politik.
Menurut saya pribadi, konteks hubungan Putin
dan Yeltsin terutama pada periode pertama kepemimpinannya amat menarik
untuk memahami konteks hubungan Jokowi dan Mega.
Dari Tepian Lembah Sungai Elbe