Oleh : Ahmad Dimyathi
Beberapa hal yang ada kaitannya dengan keberadaan al-Ghouts (Sulthanul Auliya) Ra sebagai berikut ;
1. Ciri-ciri batiniyah para waliyullah Ra hanya dapat dipahami oleh orang yang mengalaminya, atau oleh mereka yang benar-benar menjadi pengikutnya.
2. Keterangan dari al-Qur’an, hadits maupun fatwa para ulama’ banyak sekali yang mengabarkan tentang ciri-ciri waliyulloh, baik yang lahir maupun yang batin.
Diantara ciri-ciri tersebut :
a. Tidak memililiki perasaan gundah gulana, dapat menerapkan hakikat (iman) dan syari’at (taqwa) secara serempak bersama-sama dan mendapat anugrah “busyro” dari Alloh Swt.
Sebagaimana tercermin dalam firman Alloh Swt , QS. Yunus, 62–64 :
اَلاَ اِنَّ اَوْلِيَاءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ, الذِيْنَ اَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُوْن. لَهُمُ البُشْرَى فِي الحَيَاةِ الدُنْيَا وَالأَخِرَةِ.
Dijelaskan makna لَهُمُ البُشْرَى فِي الحَيَاةِ الدُنْيَا
: “Bagi mereka anugarah busyro (sesuatu yang menggembirakan hati) didunia”, adalah “pengalaman ruhani”.
Sebagaimana dalam keterangan hadis :
الرُؤْيَا الصَالِحَةِ يَرَاهَا المُسْلِمُ أَوْ تُرَى لَهُ : “pengalaman ruhani yang baik, yang orang muslim melihatnya atau dilihatkan kepadanya”. (HR. Ahmad, (Risyah al-Qusyairiyah, rukyatul qaum).
b. Ma’rifat BILLAH, istiqomah dalam melakasanakan perintah dan meninggalkan larangan, serta tidak tertipu oleh kehidupan duniawi.
وَالأَوْلِيَاءُ جَمْعُ وَلِيٍّ : وَهُوَ العَارِفِ بِاللهِ وَصِفَاتِهِ حَسْبَمَا يُمْكِنُ المُوَاظِبُ عَلَى الطَاعَاتِ المُجْتَنِبُ المَعَاصِي المُعَرِّضُ عَنِ الإِنْهِمَاكِ فِي اللَّذَاتِ وَالشَهَوَاتِ.
“Auliya’ jama’ dari kata wali : adalah orang yang ma’rifat billah dan sifat-sifat-Nya, mereka tekun menjalankan ketaatan, menjauhi ma’siat dan berpaling dari tipuan kelezatan dunia dan syahwat (kitab Sirajut Thalibin juz I halaman 15)”.
c. Ma’rifat Birrosul
لَمْ تَكُن الاَقْطَابُ اَقْطَابًا وَالاَوْتَادُ اَوْتَادًا وَالاَوْلِيَاَءُ اَوْلِيَاءً الاّ بِمَعْرِفَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّم
“Tidak dapat dinamakan wali quthub, wali autad dan waliyulloh, kecuali telah ma’rifat kepada Rosululloh Saw (Birrosul). (Imam Suyuthi, kitab al-Hawi lil Fatawi, juz II, bahasan ke 70)”.
3. Secara umum, orang yang mengetahui pribadi para waliyulloh Ra itu, kebanyakan melalui ru’yah sholihah/ pengalaman rohani yang baik. Dan pengalaman rohani itu sah.
4. Pengalaman ruhani itu dapat dijadikan pegangan bagi kaum sufi (kitab al-Fatawa al-Haditsiyah, Imam Ibnu hajar al-Haitami, halaman 235).
5. Dalam Kitab Shohih Bukhori diterangkan, bahwa Rosululloh SAW bersabda :
a. الرؤيا الصالحة من الله والحلم من الشيطان:
“mimpi yang baik itu dari Alloh. Sedangkan mimpi yang tidak baik itu dari setan (nh : 3049)”,
b. الرؤيا الحسنة من الرجل الصالح جزء من ستة وأربعين جزءا من النبوة :
“mimpi yang baik dari lelaki yang shalih, merupakan bagian dari 1/46 hal kenabian (nh : 6468)”,
c. لم يبق من النبوة الاَّ المبشرات. قالوا وما المبسرات ؟. قال : الرؤيا الصالحة:
“Tidak ada lagi kenabian kecuali mubasyirat. Para sahabat bertanya : apa itu mubasyirat ?. Beliau bersabda : mimpi yang baik (nh : 6475)”, dan
d. : إذا اقترب الزمان لم تكد رؤيا المؤمن
“Mendekati zaman kiamat, janganlah kamu tergesa-gesa mendustakan mimpinya orang mukmin. (nh : 6499)”.
6. Syekh Abdul Wahhab a-Sya’roni Ra berdasar kasysyaf-nya, mengetahui kalau Guru ruhaninya (Syekh Ali al-Khowas Ra) dan guru dari gurunya (Syekh Ibrahim al-Matbuli Ra) adalah waliyullah tinggkat tinggi, karena beliau Ra berdua sering bersama Rosululloh Saw.
7. Pemahaman/ pengalaman kassyaf seperti diatas, banyak juga dialami oleh para ulama sufi mengenai para pribadi Pendiri Thoriqoh (Qodiriyah, Naqsyabandiyah, Syadzaliyah, Kubrowiyah, Tijaniyah, Idrisiyah, Syattariyah), bahwa beliau-beliau adalah al-Ghouts Ra.
8. Dalam kitab al-Fatawa al-Haditsiyah nya Imam Ibnu Hajar al-Haitami Ra, diterangkan :
Adalah Ibnus Saqo. Beliau seorang ulama yang memiliki cirri lahiriyah yang sangat mengagumkan, dan lagi sangat terkenal. Beliau juga ahli debat yang tidak ada tandingannya, bahkan sampai-sampai para tokoh non muslim-pun mengakuinya, karena mereka selalu kalah berdebat dengan Ibnus Saqo. Namun, akhirnya Ibnus Saqo mati dalam keadaan “tidak beriman”, Na’udzu Billah.
Keadaan tragis yang dialami oleh Ibnu Saqo tersebut, disebabkan oleh sikap su’ul adab-nya kepada al-Ghouts fii Zamanihi Syekh Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadzani Ra. (kemudian selanjutnya kami tulis dengan Syekh), yang secara lahiriyah tidak tampak pertanda ke-Ghoutsiyah-an nya.
Waktu itu, Ibnus Saqo sangat ingin bertemu dengan Syekh. Namun pertemuannya itu, hanya untuk mencoba sejauh mana ilmu dan kemampuan yang dimiliki oleh Syekh.
Syekh al-Hamadzani Ra adalah guru dari al-Ghouts fii Zamnihi Syekh Abdul Qodir al-Jailani Ra. Sedang Syekh Abdul Qodir Jailani Ra memahami secara batiniyah tentang keberadaan gurunya. Ketika menghadap kepangkuan Syekh/ gurunya, tidak ada yang diharapkan kecuali hanya untuk mohon do’a restunya, serta menata adab yang sempurna.
9. Imam Suyuthi didalam kitab al-Hawi lil Fatawi nya (pada bab “khabar ad-daal ‘ala al-quthbi”), menerangkan nama waliyulloh yang diketahui melalui pengalaman ruhaninya. Mereka antara lain : Imam Syafi’i, Muhammad bin Wasi’, Hassan Abu Sinan dan Malik bin Dinar.
10. Beberapa orang Kiyai yang memperoleh pengalaman rohani melalui Rosululloh SAW, kalau Mbah KH. Abdul madjid Ma’roef Qs wa Ra – Mu’allif Sholawat Wahidiyah seorang Sulthonul Auliya’/ Ghouts fii Zamanih, adalah antara lain :
1. Al-Maghfurlah Mbah Nyai Jazuli Usman (PP al-Falah Ploso Kediri).
2. Al-Maghfurlah Gus Mik/ K. Hamim Jazuli (PP al-Falah Ploso Kediri).
3. Al-Maghfurlah Bapak KH. Muhammad Asyik Sirodj Mabruri (PP “Subulus Salam”, Selobekiti Wonosari Malang).
4. Mbah KH. Mubasyir Mundzir (PP Ma’unah Sari Bandar Kidul Kota Kediri).
5. Bapak Kiyai Mahmud Misbah (Kepanjen Malang).
6. Bapak Kiyai Muhaimin (Mojoroto Kota Kediri), yang satu ini melalui Nabiyulloh Khodir As.
Demikian penyampaian kami tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan keberadaan al-Ghouts Ra.
Selanjutnya kita kembali ke tanggapan dan penjelasan kami diatas, tentang “kenapa beliau Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra., menyatakan bahwa Mu’allif Sholawat Wahidiyah adalah Sulthonul Auliya’/ Ghoutsu Zaman Ra”. Atas dasar apa (kata sampean) ?.
Sebenarnya untuk menjawab pertanyaan tersebut cukup mudah, setelah kami sampaikan hal-hal yang ada kaitannya dengan keberadaan al-Ghouts Ra. diatas.
Jadi jawabannya, atas dasar ru’yah sholihahnya para Kiyai-kiyai yang terhormat diatas, dan pengalaman rohaninya para pengamal Wahidiyah dari berbagai daerah.
Sekarang kami bertanya kepada sampean : salahkah seseorang yang mengabarkan ru’yah sholihahnya bertemu Rosululloh SAW yang memberitahu mengenai Ghoutsiyahnya mbah KH. Abdul Madjid Ma’roef Qs wa Ra ?. Kalau menurut anggapan sampean salah, apa nggak kliru ?..... kami kira justru sampean yang kliru, karena sampean yang tidak faham.
Jika dengan keterangan dan jawaban kami seperti diatas, dihati sampean masih timbul tanda tanya Ya apa Tidak (karena masih diliputi perasaan ragu yang amat dalam), kami justru balik bertanya kepada sampean :
1. Kita semua warga ahlussunah wal jama’ah percaya kepada wali songo, juga kepada wali-wali yang lain, seperti Hadhrotus Syekh Mbah Kyai Kholil Bangkalan Madura, Mbah Syamsudin Batu Ampar, Mbah Wasil Setono Gedong Kota Kediri, Mbah KH. Abdul Hamid Pasuruan dan yang lain-lain adalah waliyulloh.
2. Masyarakat muslim Jawa Tengah banyak yang menyatakan bahwa : Mbah Kyai Asnawi Kudus, Mbah Kyai Ma’sum Lasem, Mbah Kyai Hasan Mangli Magelang, Mbah Kyai Musyafa’ Kaliwungu Kendal, dan yang lain-lain juga waliyulloh.
3. Masyarakat muslim JAWa Barat banyak yang menyatakan bahwa : Mbah Kyai Nawawi Banten, Syekh Muhyi Pamijahan Tasikmalaya, dan yang lain-lain juga waliyulloh.
4. Dalam wirid dzikrul ghofilinnya alom Gus Mik (K. Hamim Jazuli) Ploso Kediri, juga menyebut ; Syekh Abdul Qodir al-Jailani Ra, Sayyid Abdulloh al-Haddad Ra, dan Syekh Abdus Salam bin Masyisy Ra adalah al-Ghouts.
5. Para pengamal Thoriqot Naqsyabandiyah menyatakan ; Syekh Bahauddin an-Naqsyabandi Ra, Syekh Amir Kullal Ra dan Syekh Baba as-Samasy Ra adalah al-Ghouts.
6. Syekh an-Nabhani Ra menyatakan dalam Kitabnya Syawahid al-Haq dan Afdholus Sholawat, bahwa Syekh Abul Hasan asy-Syadzali Ra, Syekh Abul Abbas al-Mursy, Syekh Ibnu Athoillah as-Sakandari Ra, dan ulama’-ulama’ lainnya juga al-Ghouts Ra.
7. Di jam’iyyah-jam’iyyah tahlil yang ada dipedesaan tidak ketinggalan pasti menghadiahkan surat al-Fatihah kepada Sulthon Auliya’ Syekh Abdul Qodir Jailani Ra.
Mereka-mereka yang mempercayai para waliyulloh diatas, kira-kira dasarnya apa ?. .......... dan mungkin juga termasuk sampean salah satu dari mereka yang percaya, kira-kira apa dasar sampean ?. Sekiranya dasar sampean adalah kata ulama’ atau karena terdapat dalam kitab, maka dasar ulama’ dan kitab itu sendiri apa ?.
Jika dengan penjelasan yang sangat gamblang yang telah kami paparkan diatas, dan sampean tetap juga tidak percaya, tidak ada masalah dan tidak akan membatalkan ru’yah sholihahnya para beliau-beliau diatas dan sampean tidak boleh memaksakan kehendak kepada mereka, agar mereka membatalkan keyakinannya itu.
AF-FAATIHAH !.
يَآ اَيُّهَا الْغَوْثُ سَلاَ مُ اللهِ * عَلَيْكَ رَ بِّنِى بِاِذْنِ اللهِ
وَانْظُرْ اِلَيَّ سَيِّدِ ي بِنَظْرَةِ * مُوْصِلَةٍ لِّلْحَضْرَةِ الْعَلِيَّةِ
"YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOHI,
'ALAlKA ROBBlNII BI IDZNILLAHI; (3 kali)
WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINADHROH,
MUUSHILATIL-LILHADROTIL 'ALIYYAH."
Terjemah :
"Duhai Ghoutsu Zaman, kepangkuan-MU salam Alloh kuhaturkan; bimbing, bimbing dan didiklah diriku dengan izin Alloh;
Dan arahkan pancaran sinar-nadroh-MU kepadaku yaa Sayyidii,
radiasi batin yang mewushulkan aku, sadar kehadirot Maha Luhur Tuhanku.”
Beberapa hal yang ada kaitannya dengan keberadaan al-Ghouts (Sulthanul Auliya) Ra sebagai berikut ;
1. Ciri-ciri batiniyah para waliyullah Ra hanya dapat dipahami oleh orang yang mengalaminya, atau oleh mereka yang benar-benar menjadi pengikutnya.
2. Keterangan dari al-Qur’an, hadits maupun fatwa para ulama’ banyak sekali yang mengabarkan tentang ciri-ciri waliyulloh, baik yang lahir maupun yang batin.
Diantara ciri-ciri tersebut :
a. Tidak memililiki perasaan gundah gulana, dapat menerapkan hakikat (iman) dan syari’at (taqwa) secara serempak bersama-sama dan mendapat anugrah “busyro” dari Alloh Swt.
Sebagaimana tercermin dalam firman Alloh Swt , QS. Yunus, 62–64 :
اَلاَ اِنَّ اَوْلِيَاءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ, الذِيْنَ اَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُوْن. لَهُمُ البُشْرَى فِي الحَيَاةِ الدُنْيَا وَالأَخِرَةِ.
Dijelaskan makna لَهُمُ البُشْرَى فِي الحَيَاةِ الدُنْيَا
: “Bagi mereka anugarah busyro (sesuatu yang menggembirakan hati) didunia”, adalah “pengalaman ruhani”.
Sebagaimana dalam keterangan hadis :
الرُؤْيَا الصَالِحَةِ يَرَاهَا المُسْلِمُ أَوْ تُرَى لَهُ : “pengalaman ruhani yang baik, yang orang muslim melihatnya atau dilihatkan kepadanya”. (HR. Ahmad, (Risyah al-Qusyairiyah, rukyatul qaum).
b. Ma’rifat BILLAH, istiqomah dalam melakasanakan perintah dan meninggalkan larangan, serta tidak tertipu oleh kehidupan duniawi.
وَالأَوْلِيَاءُ جَمْعُ وَلِيٍّ : وَهُوَ العَارِفِ بِاللهِ وَصِفَاتِهِ حَسْبَمَا يُمْكِنُ المُوَاظِبُ عَلَى الطَاعَاتِ المُجْتَنِبُ المَعَاصِي المُعَرِّضُ عَنِ الإِنْهِمَاكِ فِي اللَّذَاتِ وَالشَهَوَاتِ.
“Auliya’ jama’ dari kata wali : adalah orang yang ma’rifat billah dan sifat-sifat-Nya, mereka tekun menjalankan ketaatan, menjauhi ma’siat dan berpaling dari tipuan kelezatan dunia dan syahwat (kitab Sirajut Thalibin juz I halaman 15)”.
c. Ma’rifat Birrosul
لَمْ تَكُن الاَقْطَابُ اَقْطَابًا وَالاَوْتَادُ اَوْتَادًا وَالاَوْلِيَاَءُ اَوْلِيَاءً الاّ بِمَعْرِفَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّم
“Tidak dapat dinamakan wali quthub, wali autad dan waliyulloh, kecuali telah ma’rifat kepada Rosululloh Saw (Birrosul). (Imam Suyuthi, kitab al-Hawi lil Fatawi, juz II, bahasan ke 70)”.
3. Secara umum, orang yang mengetahui pribadi para waliyulloh Ra itu, kebanyakan melalui ru’yah sholihah/ pengalaman rohani yang baik. Dan pengalaman rohani itu sah.
4. Pengalaman ruhani itu dapat dijadikan pegangan bagi kaum sufi (kitab al-Fatawa al-Haditsiyah, Imam Ibnu hajar al-Haitami, halaman 235).
5. Dalam Kitab Shohih Bukhori diterangkan, bahwa Rosululloh SAW bersabda :
a. الرؤيا الصالحة من الله والحلم من الشيطان:
“mimpi yang baik itu dari Alloh. Sedangkan mimpi yang tidak baik itu dari setan (nh : 3049)”,
b. الرؤيا الحسنة من الرجل الصالح جزء من ستة وأربعين جزءا من النبوة :
“mimpi yang baik dari lelaki yang shalih, merupakan bagian dari 1/46 hal kenabian (nh : 6468)”,
c. لم يبق من النبوة الاَّ المبشرات. قالوا وما المبسرات ؟. قال : الرؤيا الصالحة:
“Tidak ada lagi kenabian kecuali mubasyirat. Para sahabat bertanya : apa itu mubasyirat ?. Beliau bersabda : mimpi yang baik (nh : 6475)”, dan
d. : إذا اقترب الزمان لم تكد رؤيا المؤمن
“Mendekati zaman kiamat, janganlah kamu tergesa-gesa mendustakan mimpinya orang mukmin. (nh : 6499)”.
6. Syekh Abdul Wahhab a-Sya’roni Ra berdasar kasysyaf-nya, mengetahui kalau Guru ruhaninya (Syekh Ali al-Khowas Ra) dan guru dari gurunya (Syekh Ibrahim al-Matbuli Ra) adalah waliyullah tinggkat tinggi, karena beliau Ra berdua sering bersama Rosululloh Saw.
7. Pemahaman/ pengalaman kassyaf seperti diatas, banyak juga dialami oleh para ulama sufi mengenai para pribadi Pendiri Thoriqoh (Qodiriyah, Naqsyabandiyah, Syadzaliyah, Kubrowiyah, Tijaniyah, Idrisiyah, Syattariyah), bahwa beliau-beliau adalah al-Ghouts Ra.
8. Dalam kitab al-Fatawa al-Haditsiyah nya Imam Ibnu Hajar al-Haitami Ra, diterangkan :
Adalah Ibnus Saqo. Beliau seorang ulama yang memiliki cirri lahiriyah yang sangat mengagumkan, dan lagi sangat terkenal. Beliau juga ahli debat yang tidak ada tandingannya, bahkan sampai-sampai para tokoh non muslim-pun mengakuinya, karena mereka selalu kalah berdebat dengan Ibnus Saqo. Namun, akhirnya Ibnus Saqo mati dalam keadaan “tidak beriman”, Na’udzu Billah.
Keadaan tragis yang dialami oleh Ibnu Saqo tersebut, disebabkan oleh sikap su’ul adab-nya kepada al-Ghouts fii Zamanihi Syekh Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadzani Ra. (kemudian selanjutnya kami tulis dengan Syekh), yang secara lahiriyah tidak tampak pertanda ke-Ghoutsiyah-an nya.
Waktu itu, Ibnus Saqo sangat ingin bertemu dengan Syekh. Namun pertemuannya itu, hanya untuk mencoba sejauh mana ilmu dan kemampuan yang dimiliki oleh Syekh.
Syekh al-Hamadzani Ra adalah guru dari al-Ghouts fii Zamnihi Syekh Abdul Qodir al-Jailani Ra. Sedang Syekh Abdul Qodir Jailani Ra memahami secara batiniyah tentang keberadaan gurunya. Ketika menghadap kepangkuan Syekh/ gurunya, tidak ada yang diharapkan kecuali hanya untuk mohon do’a restunya, serta menata adab yang sempurna.
9. Imam Suyuthi didalam kitab al-Hawi lil Fatawi nya (pada bab “khabar ad-daal ‘ala al-quthbi”), menerangkan nama waliyulloh yang diketahui melalui pengalaman ruhaninya. Mereka antara lain : Imam Syafi’i, Muhammad bin Wasi’, Hassan Abu Sinan dan Malik bin Dinar.
10. Beberapa orang Kiyai yang memperoleh pengalaman rohani melalui Rosululloh SAW, kalau Mbah KH. Abdul madjid Ma’roef Qs wa Ra – Mu’allif Sholawat Wahidiyah seorang Sulthonul Auliya’/ Ghouts fii Zamanih, adalah antara lain :
1. Al-Maghfurlah Mbah Nyai Jazuli Usman (PP al-Falah Ploso Kediri).
2. Al-Maghfurlah Gus Mik/ K. Hamim Jazuli (PP al-Falah Ploso Kediri).
3. Al-Maghfurlah Bapak KH. Muhammad Asyik Sirodj Mabruri (PP “Subulus Salam”, Selobekiti Wonosari Malang).
4. Mbah KH. Mubasyir Mundzir (PP Ma’unah Sari Bandar Kidul Kota Kediri).
5. Bapak Kiyai Mahmud Misbah (Kepanjen Malang).
6. Bapak Kiyai Muhaimin (Mojoroto Kota Kediri), yang satu ini melalui Nabiyulloh Khodir As.
Demikian penyampaian kami tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan keberadaan al-Ghouts Ra.
Selanjutnya kita kembali ke tanggapan dan penjelasan kami diatas, tentang “kenapa beliau Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra., menyatakan bahwa Mu’allif Sholawat Wahidiyah adalah Sulthonul Auliya’/ Ghoutsu Zaman Ra”. Atas dasar apa (kata sampean) ?.
Sebenarnya untuk menjawab pertanyaan tersebut cukup mudah, setelah kami sampaikan hal-hal yang ada kaitannya dengan keberadaan al-Ghouts Ra. diatas.
Jadi jawabannya, atas dasar ru’yah sholihahnya para Kiyai-kiyai yang terhormat diatas, dan pengalaman rohaninya para pengamal Wahidiyah dari berbagai daerah.
Sekarang kami bertanya kepada sampean : salahkah seseorang yang mengabarkan ru’yah sholihahnya bertemu Rosululloh SAW yang memberitahu mengenai Ghoutsiyahnya mbah KH. Abdul Madjid Ma’roef Qs wa Ra ?. Kalau menurut anggapan sampean salah, apa nggak kliru ?..... kami kira justru sampean yang kliru, karena sampean yang tidak faham.
Jika dengan keterangan dan jawaban kami seperti diatas, dihati sampean masih timbul tanda tanya Ya apa Tidak (karena masih diliputi perasaan ragu yang amat dalam), kami justru balik bertanya kepada sampean :
1. Kita semua warga ahlussunah wal jama’ah percaya kepada wali songo, juga kepada wali-wali yang lain, seperti Hadhrotus Syekh Mbah Kyai Kholil Bangkalan Madura, Mbah Syamsudin Batu Ampar, Mbah Wasil Setono Gedong Kota Kediri, Mbah KH. Abdul Hamid Pasuruan dan yang lain-lain adalah waliyulloh.
2. Masyarakat muslim Jawa Tengah banyak yang menyatakan bahwa : Mbah Kyai Asnawi Kudus, Mbah Kyai Ma’sum Lasem, Mbah Kyai Hasan Mangli Magelang, Mbah Kyai Musyafa’ Kaliwungu Kendal, dan yang lain-lain juga waliyulloh.
3. Masyarakat muslim JAWa Barat banyak yang menyatakan bahwa : Mbah Kyai Nawawi Banten, Syekh Muhyi Pamijahan Tasikmalaya, dan yang lain-lain juga waliyulloh.
4. Dalam wirid dzikrul ghofilinnya alom Gus Mik (K. Hamim Jazuli) Ploso Kediri, juga menyebut ; Syekh Abdul Qodir al-Jailani Ra, Sayyid Abdulloh al-Haddad Ra, dan Syekh Abdus Salam bin Masyisy Ra adalah al-Ghouts.
5. Para pengamal Thoriqot Naqsyabandiyah menyatakan ; Syekh Bahauddin an-Naqsyabandi Ra, Syekh Amir Kullal Ra dan Syekh Baba as-Samasy Ra adalah al-Ghouts.
6. Syekh an-Nabhani Ra menyatakan dalam Kitabnya Syawahid al-Haq dan Afdholus Sholawat, bahwa Syekh Abul Hasan asy-Syadzali Ra, Syekh Abul Abbas al-Mursy, Syekh Ibnu Athoillah as-Sakandari Ra, dan ulama’-ulama’ lainnya juga al-Ghouts Ra.
7. Di jam’iyyah-jam’iyyah tahlil yang ada dipedesaan tidak ketinggalan pasti menghadiahkan surat al-Fatihah kepada Sulthon Auliya’ Syekh Abdul Qodir Jailani Ra.
Mereka-mereka yang mempercayai para waliyulloh diatas, kira-kira dasarnya apa ?. .......... dan mungkin juga termasuk sampean salah satu dari mereka yang percaya, kira-kira apa dasar sampean ?. Sekiranya dasar sampean adalah kata ulama’ atau karena terdapat dalam kitab, maka dasar ulama’ dan kitab itu sendiri apa ?.
Jika dengan penjelasan yang sangat gamblang yang telah kami paparkan diatas, dan sampean tetap juga tidak percaya, tidak ada masalah dan tidak akan membatalkan ru’yah sholihahnya para beliau-beliau diatas dan sampean tidak boleh memaksakan kehendak kepada mereka, agar mereka membatalkan keyakinannya itu.
AF-FAATIHAH !.
يَآ اَيُّهَا الْغَوْثُ سَلاَ مُ اللهِ * عَلَيْكَ رَ بِّنِى بِاِذْنِ اللهِ
وَانْظُرْ اِلَيَّ سَيِّدِ ي بِنَظْرَةِ * مُوْصِلَةٍ لِّلْحَضْرَةِ الْعَلِيَّةِ
"YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOHI,
'ALAlKA ROBBlNII BI IDZNILLAHI; (3 kali)
WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINADHROH,
MUUSHILATIL-LILHADROTIL 'ALIYYAH."
Terjemah :
"Duhai Ghoutsu Zaman, kepangkuan-MU salam Alloh kuhaturkan; bimbing, bimbing dan didiklah diriku dengan izin Alloh;
Dan arahkan pancaran sinar-nadroh-MU kepadaku yaa Sayyidii,
radiasi batin yang mewushulkan aku, sadar kehadirot Maha Luhur Tuhanku.”
No comments:
Post a Comment