Thursday, 7 November 2013

GHAUTSU ZAMAN

#Part 1
(Penolong dan Pembimbing (Pada) Zamannya)
A. Sunnah Rasulullah Saw

1. Kesempurnaan Sunnah

Setiap nabi atau rasul mendapat tugas dari Allah Swt, sesuai kondisi kaumnya. Sejak Nabi Adam As sampai akhir zaman, tidak ada nabi atau rasul yang mendapat tugas menuntaskan risalah Tuhan sesempurna tugas Rasulullah Saw. Beliau Saw membawa ajaran keimanan dalam meng-Esa-kan Allah Swt secara sempurna dan sebenar-sebenarnya, dengan disertai tuntunan hidup yang lengkap dan sempurna. Didalamnya, tak sedikitpun terdapat kekurangan. Firman Allah Swt, Qs, al-Maidah : 3

أَلْيَوْمَ أَكْمَلَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الإَسْلاَمَ دِيْنًا

Pada hari ini, telah Aku sempurnakan bagi kamu semua agamamu, dan telah Aku lengkapi kenikmatan bagimu, dan telah Aku ridloi Islam sebagi agama bagi kamu semua.
http://www.carabelajaralquran.com/?ref=ramsel
Kesempurnaan ajaran yang dibawa Rasulullah Saw meliputi bidang lahiriyah dan batiniyah, fisik maupun metafisik, serta hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan maupun dengan makhluk. Tuntunan hidup yang tertuang dalam al-Qur’an dan hadis, berfungsi sebagai pedoman pokok (qanun asasi). Sebagai pedoman pokok, al-Qur’an memerlukan penjelasan dan penjabaran dari Rasulullah Saw (al-hadis). Demikian pula, sunnah rasul, masih perlu adanya penjelasan dan jabaran dari para sahabat yang membidanginya. Al-Qur’an dan hadis, selain sebagai ketentuan hokum, juga sebagai tempat kembali atau rujukan seluruh hokum dalam Islam. Kedua pedoman hokum tersebut, didalamnya terdapat perintah kepada para ulama yang ahli, agar menjabarkan dan mengembangkan kaidah pokok dengan tanpa keluar dari tujuan/ jiwa (ruh)-nya. Sepeninggal Rasulullah Saw, pada priode awal para sahabat nabi berusaha memberikan penjelasan terhadap kaidah pokok tersebut, yang terkenal dengan atsar atau ijtimaus shahabah (amalan yang menjadi kesepakatan sahabat).

Tidak semua sahabat memiliki kemampuan menjelaskan/ menafsirkan al-Qur’a, dan hadis. Hanya p[ara sahabat yang sering bergaul dan berkumpul dengan Nabi Saw saja yang dapat menjabarkan pedoman pokok tersebut. Diantara mereka adalah, Aisyah, Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik, Abu Mas’ud al-Anshari, Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Ma’ud, Abdullah bin Abbas, Mu’adz bin Jabbal, Abu Dzar al-Ghifari Ra. Sedangkan sahabat yang lain mengikuti penjelasan dan penjabaran dari sahabat yang ahli tersebut.
Dan kemudian penjelasan dari para sahabat, diulas dan diwujudkan dalam berbagai ilmu yang tertulis dalam beberapa buku yang ditulis oleh generasi penerus Islam selanjutnya. Ilmu fiqh, dijabarkan dan dilanjutkan oleh para Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali dan fuqaha lainnya, dalam keimanan (aqidah) dijabarkan dan dilanjutkan oleh ulama ilmu kalam (seperti Imam Abul Hasan al-Asy’ari, Abu Mansur al-Maturidi dan lainnya), dan dalam ilmu akhlak batin (tasawuf) dijabarkan dilanjutkan oleh Imam Hasan Bashri, Said bin Musayyab, Imam Ja’far Shadiq, Ibrahim bin Adham, Fudlail bin’Iyadl, Malik bin Dinar dan kaum sufi lainnya serta para waliyullah. Demikian pula penjabaran dalam bidang ilmu-ilmu yang lain.

Pada priode kedua inilah lahirnya ilmu ushul fiqih, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu kalam, dan beberapa ilmu lainnya. Yang mana ilmu-ilmu tersebut pada zaman Nabi Saw, baru wujud secara global, serta belum memiliki nama dan ciri-ciri secara mendetail. Penjabaran dan ulasan terhadap inti sunnah ini, dimungkinkan terjadinya penyimpangan makna, pendangkalan arti atau pembelokan arah oleh orang-orang yang kurang ahli atau dari orang yang sengaja akan menghancurkan Islam dari dalam. Dalam ini terdapat keterangan dalam hadis riwayat Bukhari dari Aisyah Ra yang perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh. Rasulullah Saw bersabda :

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَالَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَادٌّ.

Barang siapa yang mengadakan sesuatu dalam agama kita ini yang tidak dasar didalamnya, maka ia tertolak (batal).

Dan sebagaimana fakta yang terjadi, diantara mukmin terjadi perbedaan yang sangat tajam dalam mengartikan makna bid’ah, yang antara satu dengan mukmin lainnya hanya menurut pemahaman sepihak, tanpa mengkompromikan dengan pendapat pihak lain. Hingga terjadi, tuduhan pelaku bid’ah yang diarahkan kepada lawan pendapat. Sebagai missal, ajaran yang mengajak memahami keberadaan serta keagungan Rasulullah Saw secara ruhani dan al-Ghauts Ra, dianggap sebagai paham bid’ah oleh kelompok yang memiliki paham berhubungan kepada Allah Swt dapat dilakukan secara langsung (naudzu billah).

Setan/ iblis tidak rela bila ummat Islam bersatu. Ia membisikkan paham yang menyalahi sunnah rasul. Dan Rasulullah Saw memang telah mensinyalir akan terjadinya keondisi ummat Islam yang saling membid’ahkan antara kelompok satu dengan lainnnya :

1. Hadis riwayat Thabrani dari Abu Darda’, Rasulullah Saw bersabda :

أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي ثَلاَثًا زِلَّةُ عَالِمٍ وَجَدَالُ مُنَافِقٍ بِالْقُرْآنِ وَالتَكْذِيْبِ بِالقَدَرِ

Tiga perkara yang Aku takutkan terhadap ummatku : hilangnya orang alim, perdebatan orang munafiq tentang al-Qur’an dan pendustaan terhadap taqdir.
2. Hadis riwayat Dailami dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah Saw bersabda :

أَفَةُ الدِيْنِ ثَلاَثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَإِمَامٌ جَائِرٌ وَمُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ

Afat agama ada tiga : ahli fiqh yang durhaka, imam yang tidak adil dan mujtahid (orang menafsiri Qur’an dan hadis) yang bodoh.

3. Hadis riwayat Abu Daud, Rasulullah Saw bersabda :

سَيَكُوْنُ فِي أُمَّتِي إِخْتِلاَفٌ وفِرْقَةٌ, قَوْمٌ يُحْسِنُهُمُ القِيْلَ وَيَسِيْئُوْنَ الفِعْلَ يَقْرَؤُنَ القُرْأَنَ وَلاَ يُجَاوِزُ تَرَاقَبَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِيْنِ مُرُوْقَ السَهْمِ مِنَ الرَمْيَةِ لاَ يَرْجِعُونَ حَتَّى يَرْتَدَّ عَلى فُوقِهِ, هُمْ شَرُّ الخَلْقِ وَالخَلِيْقَةِ

Akan datangsuatu masa pada ummat-Ku, perbedaan dan perpecahan. Terdapat kaum yang kebaikannya terletak pada pembicaraannya, dan kejelekannya terletak pada perbuatannya. Mereka membaca al-Qur’an, namun tidak melebihi kerongkongannya. Mereka semua terlepas dari pedoman agama, bagaikan mudahnya anak panah terlepas dari busurnya. Mereka tidak akan kembali (kepada mukminin) kecuali meragukan prinsip agamanya. Mereka itulah sejelek-jelek mahluk dan akhlaknya.

Meskipun demikian, Allah wa Rasulihi Saw telah menjamin bahwa kemurnian dan kesucian sunnah Islam tetap terjaga dari penyimpangan dan pembelokan tersebut. Allah Swt dalam setiap waktu akan memberikan hidayah kepada mukmin yang terpilih dan yang dicintai-Nya, serta memberikan kepampuan kepada mereka untuk berjuang ditengah-tengah ummat masarakat dalam menjaga kemurnian sunnah Islam agar ruh Islam yang asli tetap terjaga. Penerus dan penjabar sunnah yang lurus ini, dikenal dengan sebutan para waliyullah dan al-Ghauts Ra, baik ia menjabat sebagai “mujaddid” atau tidak. Sebagaimana keterangan dalam :

1. Hadis riwayat Muslim, Rasulullah Saw bersabda :

لاَتَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَائِمَةً بِأَمْرِ اللهِ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْخَلَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُاللهِ وَهُمْ ظَاهِرُنَ عَلَى النَاسِ

Tidak sepi dari ummat-Ku sekelompok orang yang menegakkan agama Allah. Mereka tidak dapat dirugikan oleh orang-orang yang menghinanya dan membelakanginya. (Keberadaan mereka) hingga datangnya keputusan Allah (hari kiamat). Mereka senantiasa berada di tengah tengah masarakat.

2. Firman Allah Swt, Qs. al-Anbiya’ : 106 :

إِنَّ الأَرْضَ للهِ يَرِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِه

Sesungguhnya bumi itu milik Allah, yang diwariskannya kepada orang yang dikehendaki dari antara hambanya

3. Firman Allah Swt, Qs. Fathir : 32 :

ثُمَّ أوْرَثْنَا الكِتَابَ الذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا

Kemudian Kami (Allah) mewariskan kitab (al-Qur’an) kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami.

4. Hadits riwayat Imam Baihaqi, Rasulullah Saw. bersabda :

يَحْمِلُ هَذَا العِلْمَ مِنْ كلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ , يَنْفَوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الغَالِيْنَ وَانْتِحَالَ المُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ

Ilmu ini (kebenaran) akan disandang oleh orang-orang terbaik pada setiap generasi. Mereka menepis penyimpangan kaum ekstrim, membongkar pemalsuan kaum ahli bathil dan mematahkan takwil (pemahaman) kaum jahil.
Berkaitan dengan hadis Imam Baihaqi ini, Imam Nawawi Ra menjelaskan, keberadaan manusia terbaik pembawa ilmu dari Rasulullah Saw dalam waktu :

وَأَنَّ اللهَ يُوَافِقُ لَهُ فِي كُلِّ عَصْرٍ خَلْفًا مِنَ العُدُوْلِ يَحْمِلُونَهُ وَيَنْفَوْنَ عَنْهُ التَحْرِيْفَ

Dan sesungguhnya Allah memberi taufiq (pertolongan) untuk ilmu Rasulullah setiap masa, generasi terbaik yang dapat mengembannya serta dapat menepis penyimpangan..

Diantara ruh Islam yang pokok dan sangat esensial, adalah menyadari keberadaan Rasulullah Saw secara ruhani serta keberadaan al-Ghauts Ra. Pemahaman ini merupakan keimanan yang sering dibelokkan oleh mereka yang kurang bertanggung jawab. Mereka mendustakan keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw wa Ghauts Ra pada setiap zaman, dengan mencari-cari dalil dari al-Qur’an dan al-Hadis, yang dipaksakannya.

Untuk melanjutkan sunnah para sahabat tersebut (tentang keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw serta keberadaan al-Ghauts Ra pada setiap waktu), para ulama dari kaum sufi, meskipun mendapat tantangan dan rintangan dari orang-orang yang tidak memahaminya, mereka terus mempertahankan prinsip keimanan tersebut dengan sekuat tenaga. Diantara mereka, ada yang difitnah dan dijebloskan kedalam penjara dengan alasan yang dicari-cari dan dibuat, padahal mereka tidak melakukannya. Diantara mereka, ada yang dituduh menciptakan paham ittihad, hulul dan wahdatul wujud, padahal paham ini sangat jauh dari alam pikiran kaum sufi. Mereka (yang menfitnah) negartikan ketiga istilah tersebut hanya menurut paham mereka, dan bukan menurut paham sufi. Dan para pemfitnah tersebut, tidak mau mendengarkan ulasan dan penjelasan yang diberikan oleh para ulama kaum sufi.

Perjuangan Wahidiyah yang pusat pergerakannya di Pondok Pesantren Kedunglo al-Munaddloroh Kota Kediri – Jawa Timur, bertujuan melanjutkan perjuangan tentang kesadaran ummat manusia terhadap keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw dan al-Ghauts Ra, yang mana perjuangan ini telah diperjuangkan oleh para sahabat nabi dan Waliyullah Ra sejak pada masa awal Islam sampai waktu kapanpun.

Perjuangan tersebut oleh Yayasan Perjuangan Wahidiyah Dan Ponpes Kedunglo dilaksanakan secara lahir dan batin. Secara lahir, bergerak dengan bentuk penyiaran dan pembinaan kepada ummat masarakat tanpa pandang bulu, agar dapat memahami keberadaan dan kegungan Rasulullah Saw serta memahami keberadaan al-Ghauts Ra (yang mana setiap Beliau Ra almarhum, Allah Swt mengangkat waliyullah dibawahnya untuk menggantikan kedudukannya). Sedangkan secara batin bergerak dalam bentuk berdoa memohon hidayah Allah Swt, untuk mendapatkan fadlol dan hidayah-Nya, agar diri sendiri, keluarga serta ummat dan masarakat dapat memahami keberadaan Rasulullah Saw dan Ghauts Hadzaz Zaman Ra secara musyahadah.

Dita’lifnya shalawat wahidiyah oleh Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA, dan dibentuknya lembaga Perjuangan Wahidiyah oleh Hadlratul Mukarrom Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra, bertujuan agar mukmin yang mengamalkannya dan bernanung dalam Yayasan Perjuangan Wahidiyah dapat merasakan manisnya iman musyhadah kepada Allah wa Rasulihi Saw wa Ghautsi Hadzaz Zaman Ra (iman Wahidiyah dan iman Ahadiyah).
Sistem/ metode/ kurikulum (thariqah dalam istilah tasawuf) yang disusun Perjuangan Wahidiyah sangat sistimatis, simple dan praktis. Disamping melalui penjelasan dan dakwah (penyiaran dan pembinaan), juga memberikan alat atau cara untuk membuktikan (secara musyahadah) terhadap keberadaan, kemulyaan dan keagungan Rasulullah Saw wa Ghautsuz Zaman Ra.

_________________________________
Kitab Jawahirul Bukhari, nomer hadis : 386.
- kitab Jami’ as-Shagir, juz I, pada bab “alif”.
- Dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim-nya Imam Nawawi (kitab Zakat dalam bab Qismah) dijelaskan pada Zaman Rasulullah Saw, terdapat orang-orang yang tidak puas dengan keputusan Allah Swt, yang disampikan oleh rasul-Nya. Diantara mereka adalah Dzul Khuwaisirah yang berani mangatakan Rasulullah Saw tidak adil. Dari keturunan Dzul Khuwaishirah ini terdapat seseorang yang bernama Abdur Rahman bin Muljam al-Ghafiqi yang membunuh Sayyidina Ali KW. Ibnu Muljam secara lahiriyah, hapal al-Qur’an, dahinya tampak hitam karena setiap malam 300 rakaat shalat sunnah, setiap hari hampir berpuasa, sarungnya diatas tumit dan dibawah lutut. (Lihat juga dalam kata pengantar KH. Said Agil Siraj (ketua PB NU tahun 2012 M) dalam buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” karya Syeh Idahram, terbitan Pustaka Pesantren Yogyakarta).
. Kitab Jami’ as-Shaghir, juz I, pada bab “alif”.
. Dari sahabat Abu Said al-Khudri dan Anas Ibn Malik, Kitab Sunan Abu Daud juz IV : a. nomer hadis : 4765. b. nemer hadis : 4757. c. nomer hadis : 4756
. Kitab Jawahir al-Bukhari wa Syahh al-Qusthalani-nya Syeh Ammarah, pada bab muqaddimah.
. Ibid, pada bab “fadlilah ahlul hadits”.


2. Pembagian Sunnah....................

#BERSAMBUNG.................
 
Sumber : https://www.facebook.com/ahmad.dimyathi.5264/posts/236059619885995

No comments:

Post a Comment